JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso menegaskan komitmen parlemen untuk merampungkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) pada periode berjalan. Setelah tertunda sejak 2004, regulasi ini ditargetkan bisa disahkan paling lambat akhir 2025.
Pernyataan itu disampaikan Sugiat dalam forum legislasi bertajuk “UU PPRT Menjadi Landasan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga” yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bersama Biro Pemberitaan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (16/9/2025).
“Kalau perlu akhir tahun ini undang-undang PRT harus dimenangkan di DPR. Jangan sampai berulang-ulang dibahas tanpa hasil,” kata legislator Partai Gerindra itu.
Sugiat mengakui pembahasan RUU PPRT berjalan sangat lambat. Meski masuk agenda sejak 2004, rancangan ini tidak kunjung disahkan. Padahal, menurut dia, undang-undang tersebut menyangkut nasib jutaan pekerja rumah tangga yang hingga kini tidak memiliki perlindungan hukum.
“Jumlah PRT bisa mencapai 8–10 juta orang, sebagian besar tidak terdata. Mereka bekerja hampir 24 jam dan menjadi tulang punggung keluarga, tapi tak punya payung hukum. Ini pekerjaan rumah kita bersama,” tegas anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatra Utara III itu.
Sugiat menekankan, pembahasan RUU PPRT tidak boleh berhenti di Komisi XIII atau Badan Legislasi DPR. Ia mendorong seluruh fraksi dan pemangku kepentingan menindaklanjuti dengan langkah konkret agar rancangan tersebut segera disahkan.
Isu perlindungan pekerja rumah tangga, lanjut Sugiat, semakin mendesak karena minimnya regulasi soal standar gaji dan jam kerja. Banyak PRT digaji di bawah upah minimum regional (UMR) dengan beban kerja yang tidak mengenal batas waktu.
“Banyak yang hanya menerima Rp1 juta per bulan bahkan kurang, dengan jam kerja 24 jam. Tidak ada aturan yang mengikat penyalur maupun pemberi kerja,” ujarnya.
Ia menambahkan, hingga kini PRT bahkan tidak diakui sebagai pekerja formal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena itu, kehadiran UU PPRT menjadi dasar hukum penting untuk mengatur hak dasar, jaminan kesehatan, hingga perlindungan hari tua.
Meski begitu, Sugiat menyadari tidak ada undang-undang yang langsung sempurna. Namun, menurutnya, yang terpenting saat ini adalah memastikan pengesahan RUU PPRT lebih dulu. “Kalau ada kekurangan, bisa diperbaiki lewat revisi. Tapi PRT harus segera punya undang-undang perlindungan,” katanya. (ry)