Faktual dan Berintegritas



DALAM beberapa waktu terakhir, Sitinjau Lauik jadi buah bibir banyak orang. Istilah sekarangnya viral!

Bukan karena akan dibangun fly over atau jembatan layang sebagaimana pernah jadi berita media ini beberapa kali, viral Sitinjau Lauik lantaran kemacetan setiap hari. Macet sekarang bukan sembarang macet, melainkan benar-benar macet. Banyak tak bergeraknya.

Bayangkan, jarak Padang-Solok yang hanya sekitar 50 kilometer, akhir-akhir ini ditempuh oleh kendaraan bermotor antara 5 hingga 7 jam. Padahal, dalam kondisi normal hanya butuh waktu 1,5 jam saja.

Kemacetan jalur Padang-Solok di ruas Sitinjau Lauik itu terasa benar sejak jalur Padang-Padang Panjang putus di kawasan Lembah Anai akibat bencana alam bulan Mei lalu. Sebagian kendaraan bermotor, terutama truk yang hendak menuju Bukittinggi, Payakumbuh, Riau dan Sumatera Utara yang biasanya lewat Lembah Anai mengalihkan rute via Sitinjau Lauik. Akibatnya, jalur Sitinjau jadi padat.

Jika sekadar padat saja tak apa-apa, mungkin hanya terjadi perlambatan arus kendaraan. Celakanya bila ada truk-truk yang mogok atau mengalami kecelakaan di tanjakan ekstrem tersebut, maka tak dapat akal lagi.

Inilah yang sering terjadi, sekaligus sebagai biang kemacetan di ruas Sitinjau Lauik. Sejak jalur itu padat, banyak truk yang mogok dan mengalami kecelakaan di Sitinjau Lauik tersebut. Kondisi demikian diperparah oleh perilaku pengemudi yang tidak mau bersabar.

Ya, kebanyakan pengemudi di kawasan ini tidak sabar menghadapi kemacetan. Walau sudah terjadi antrean panjang, sebagian sopir memanfaatkan celah menerobos  jalur berlawanan. Akibatnya, jalur dari arah berlawanan tertutup dan kesudahannya tidak ada yang bisa bergerak.

Maka tidaklah mengherankan, kemacetan di jalur Sitinjau itu mengular berkilo-kilo meter. Bahkan pernah antrean kendaraan sampai ke kawasan Arosuka di Kabupaten Solok.

Kemacetan di jalur Sitinjau Lauik sangat dikeluhkan banyak orang. Pekerja, termasuk PNS yang melakukan perjalanan terganggu, masyarakat yang hendak ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dari Solok sekitarnya tidak bisa mengatur waktu. Ada yang gagal terbang oleh situasi demikian.

Agar kejadian itu tidak memakan korban banyak, di antara masyarakat yang hendak menggunakan jasa pesawat terbang terpaksa menginap di Kota Padang atau sekitar bandara. Ini jelas menambah pengeluaran bagi masyarakat. Selain berhabis waktu, juga berhabis uang.

Perlu diketahui, masyarakat pengguna jalan mengeluh bukan karena kemacetan saja, atau lantaran perilaku basimada dari pengendara yang menyalip kiri-kanan, tetapi lebih dari itu. Di saat kemacetan parah terjadi, nyaris tak ada petugas berwenang yang mengatur kendaraan. Inilah yang dimanfaatkan oleh pengendara tersebut untuk menyalip kiri dan kanan.

Situasi demikian tentu akan terus berlangsung hingga pengerjaan jalan di kawasan Lembah Anai selesai dan jalur dimaksud bisa dilewati lagi oleh semua jenis kendaraan bermotor. Bisa bulan ini sebagaimana ditargetkan pemerintah, namun bisa pula bulan depan selesainya.

Terkait itu, saatnya menempatkan petugas khusus di jalur Sitinjau Lauik. Petugas-petugas tersebut harus mau bersikap tegas. Yang menyalip atau tidak berjalan di jalurnya, ditindak saja. Bawa surat tilang yang banyak, agar mereka jera.

Satu lagi, terhadap truk-truk over dimention over loading (ODOL) atau yang melebihi batas dimensi dan muatan juga perlu dilarang menanjak Sitinjau Lauik untuk sementara waktu. Seperti dikatakan di atas, rata-rata inilah penyebab kemacetan tersebut.

Terakhir, bagi yang masih mada, kandangkan saja kendaraan mereka. Hanya itu ‘obat’ yang mujarab untuk mengatasi atau minimal mengurangi kemacetan di Sitinjau Lauik. (Sawir Pribadi)

 
Top