Faktual dan Berintegritas

Malamang

Menyambut hari Lebaran, berbagai kegiatan bernuansa tradisi mengemuka di seluruh kawasan Minangkabau. Terutama berkaitan dengan kuliner atau makanan mulai dari yang berat sampai makanan ringan.

Banyak jenis kuliner yang disuguhkan oleh masyarakat saat menjamu sanak keluarga dan tetamu, seperti pinyaram8, galamai, lamang, sarikayo, kambang loyang, kue sapik, simanih (tapai pulut), dakak dakak, kue bawang dan masih banyak lagi ragam lainnya.

Di samping itu tentu ada pula yang membikin lontong buat makanan pembuka menjelang ke tanah lapang atau ke masjid untuk Shalat Id. Lontong pun dimakan dengan berbagai jenis gulai, antara lain gulai cubadak (nangka) muda, gulai rabuang plus cancang, gulai buncis, gulai tunjang, gulai paku dan lain-lain juga.

Di antara banyak makanan di Lebaran Ranah Minang, adalah lamang. Makanan ini terbuat dari sipuluik (pulut) atau disebut juga beras ketan baik putih maupun hitam.

Sipuluik tersebut dimasak dengan santan menggunakan talang atau buluah, yakni sejenis bambu yang tipis. Agar steril, bagian dalam talang atau buluah dilapisi daun pisang.

Adonan tersebut dimasak di atas bara api kayu dengan menggunakan kayu atau besi melintang. Talang atau buluah berisi adonan dimaksud disandarkan di palang kayu/besi dimaksud.

Agar masak sempurna, maka talang/buluah berisi adonan dibalik-balik. Setelah tiga jam atau lebih lamang sudah bisa dihidangkan.

Selain sipuluik, ada juga yang mencampurnya dengan pisang, ubi jalar dan kundua (labu). Namun yang bercampur itu otomatis  namanya berubah. Umpamanya yang dicampur pisang namanya lamang pisang,  campur ubi namanya lamang ubi dan seterusnya.

Selain itu ada pula namanya lamang galamai. Adonannya bukan lagi sipuluik, melainkan tepung beras. Tepung tersebut diaduk dengan manisan gula aren, gula tebu atau gula merah.

Inilah makanan tradisional masyarakat Minangkabau yang sudah turun temurun sejak lama. Hingga kini tradisi itu tetap lestari. (eSPe)
 
Top