Akhir-akhir ini masyarakat Sumatera Barat disentakkan oleh berbagai kasus kejahatan yang begitu menyita perhatian. Mulai dari kasus narkoba, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan lain sebagainya.
Paling baru adalah kasus yang menimpa gadis penjual gorengan dari Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman. Gadis yang punya cinta-cita mulia, ingin kuliah dengan hasil jualan gorengan itu ditemukan meninggal dunia dalam kondisi terkubur.
Beberapa bulan lalu juga tersiar berita kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan sejumlah orang terhadap anak di bawah umur masih di Kabupaten Padang Pariaman. Sebelum diperkosa, para pelaku memberikan minuman keras kepada korban.
Ada pula kasus pemerkosaan yang dilakukan sejumlah orang terhadap wanita dengan gangguan jiwa. Pokoknya, dalam tahun ini begitu banyak kasus kejahatan yang terjadi di negeri ini. Di antara kasus kejahatan dimaksud terdapat kejahatan moral.
Miris. Agaknya itulah kata yang sering diucapkan tatkala mengetahui kasus-kasus tersebut. Sudah sebegitu bejatkah penduduk di negeri beradat ini?
Kita tentu tidak mau menggeneralisir kasus-kasus yang terjadi itu sebagai perbuatan Minangkabau yang berfalsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kita pun meyakini bahwa itu dilakukan oleh segelintir orang.
Setuju bahwa itu dilakukan oleh segelintir orang yang sudah rusak moralnya. Orang yang tidak menyadari falsafah Minang tentunya. Namun, bagaimana kita memaksakan orang satu pikiran dengan kita?
Minangkabau adalah negeri beradat. Di sini diajarkan hidup dalam kebersamaan. Saling menghargai, saling menghormati sangat dijunjung tinggi dalam wadah adat yang bersendikan agama.
Lalu, kita mau menyalahkan siapa? Sekali lagi pertanyaan begini harus dikunyah-kunyah oleh kita semua, terkhusus para pemimpin, baik pemimpin formal maupun nonformal. Ujung dari semua itu, tentu mencarikan formulasi terbaik agar kasus-kasus demikian tidak makin banyak terjadi.
Terkait moralitas, apakah pendidikan di Sumatera Barat tak mampu lagi memberikan bekal kepada peserta didik tentang yang boleh dan yang tabu? Atau memang ‘keris’ ninik mamak yang sudah tumpul kepada kemenakan?
Mumpung semua anggota DPRD di Sumbar masih segar-segar, maka ini perlu dicarikan formulasi dan solusinya. Jangan cuma berpikir untuk pembangunan fisik saja, apalagi berpikir untuk diri sendiri, kelompok dan golongan. Mari pikirkan daerah yang menjadi bagian dari Minangkabau ini. Pikirkan generasinya yang sudah banyak mengalami degradasi moral. Degradasi moral terendah yang sedang ngetren saat ini adalah tawuran dan sikap tak mau tahu dengan lingkungan.
Ingat, jangan sampai negeri beradat ini dicap sebagai ‘sarang’ generasi amoral. Semoga semua mata kita terbuka terhadap kondisi begini. Semoga! (Sawir Pribadi)