Faktual dan Berintegritas


PADANG -- Pengelolaan keuangan haji kembali menjadi sorotan, dalam sebuah diskusi yang menghadirkan anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni, Dewan Pengawas BPKH Ilham Gusnaldi, dan penceramah dari Universitas Andalas, Irvan.

Padahal Presiden Prabowo Subianto telah menekankan dua prioritas utama dalam pengelolaan haji nasional, melalui pengelolaan dana haji yang efisien dan mempercepat waktu tunggu

Namun, transparansi pengelolaan dana haji dan isu penyelewengan kuota masih menjadi perhatian.

Dalam forum tersebut, ditekankan pentingnya pengawasan yang ketat untuk mencegah potensi korupsi serta optimalisasi sistem informasi jemaah haji yang lebih akurat dan transparan.

Menurut Lisda, biaya haji berubah-ubah setiap tahun, mulai dari Rp54 juta hingga 90 juta, dengan waktu tunggu yang panjang.

Meski begitu, ia mendukung langkah BPKH dalam memperbaiki tata kelola dan mengedepankan efisiensi.

Sementara itu Ilham Gusnaldi,  anggota Dewan Pengawas BPKH, menegaskan  biaya haji yang dibayarkan jemaah bukanlah total keseluruhan biaya penyelenggaraan.

Sebagian besar biaya ditopang dari hasil pengelolaan keuangan haji yang dilakukan secara syariah.

Ia juga menambahkan laporan keuangan BPKH telah meraih opini WTP dari BPK, yang menandakan transparansi dan akuntabilitas lembaga tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, dosen Universitas Andalas yang juga pernah menunaikan ibadah haji dari Korea Selatan, Irvan  menyampaikan perlunya pembenahan sistem informasi jemaah dan perlindungan terhadap kuota haji agar tidak diselewengkan.

"Digitalisasi dan keterbukaan data jemaah akan menjadi kunci," ucapnya.

Diskusi yang dimoderatori oleh Prof Parmono  ini menunjukkan reformasi pengelolaan keuangan haji membutuhkan kolaborasi lintas sektor  antara regulator, pengawas, dan masyarakat.

Dengan dana yang sangat besar dan antusiasme masyarakat yang tinggi, pengelolaan keuangan haji menjadi salah satu sektor krusial yang tidak hanya menyangkut aspek ibadah, tapi juga kepercayaan publik. (*)
 
Top