Faktual dan Berintegritas


TANGGAL 7 dan 8 Maret 2024 agaknya menjadi sejarah kelam bagi sebagian masyarakat Sumatera Barat. Saat itulah beberapa wilayah di ranah ini dihantam banjir bandang dan tanah longsor. Puluhan nyawa melayang dan beberapa orang lagi belum ditemukan.

Rumah dan harta benda yang diperoleh dengan membanting tulang dan tetesan keringat hancur dalam beberapa saat saja. Begitu juga sawah ladang yang menjadi tumpuan harapan pendayung bahtera keluarga kini tertimbun material longsor, tanah, bebatuan dan kayu-kayu.

Belum lagi harta lainnya seperti kendaraan bermotor. Ada yang memang menjadi alat pencari nafkah, kini tak bisa lagi dimanfaatkan. Untuk menjadikannya baik kembali tentu butuh biaya yang tidak sedikit.

Inilah sejarah kelam itu. Sejarah yang berujung derita itu terjadi seminggu yang lalu atau sekitar 24 hari setelah pemilu. Lalu, adakah rakyat yang menjadi korban tersebut mendapatkan empati dari orang-orang yang dipilihnya?

Bagaimanapun, mereka yang menjadi korban bencana alam itu adalah masyarakat yang telah memberikan hak suara pada Pemilu 14 Februari 2024 lalu. Di antara yang mereka pilih pasti ada yang menjadi pemenang dalam kontestasi politik dimaksud.

Puluhan warga Pesisir Selatan yang terpilih pada Pemilu 2024 itu, adakah di antaranya yang sudah mengantarkan sejumput rasa duka ke para korban? Padahal mereka sudah diyakini duduk di DPRD Pesisir Selatan, DPRD Provinsi Sumatera Barat hingga ke Senayan.

Begitu juga dengan orang-orang Padang Pariaman yang terpilih sebagai wakil rakyat untuk duduk di kursi legislatif. Ingat, dua daerah itu sebagai terparah dilanda musibah pada Kamis malam Jumat itu.

Andaikan musibah tersebut terjadi menjelang pemilu, diyakini akan bersilang bantuan lengkap dengan embel-embel gambar dan bendera parpol datang. Bahkan diyakini akan ada pula yang membuka posko di lokasi bencana hingga memboyong alat berat dan segala macamnya.

Sayangnya, musibah terjadi pasca pemilu. Sebagian dari orang-orang yang telah terpilih terkesan bagai tak ada hubungan saja dengan para korban. Masyarakat hanya dibutuhkan ketika ada maunya. Benarkah demikian?

Seharusnya jangan! Bagaimanapun, korban banjir dan longsor di Sumatera Barat itu adalah saudara sendiri. Mereka telah mengantar tuan-tuan dan puan-puan menjadi pemenang kontestasi politik yang akan dinikmati dalam lima tahun ke depan. Maka adalah sangat patut peduli atas penderitaan mereka. Jenguklah mereka agak sesaat, ulurkan tangan sebagai tanda duka atau setidaknya tanda bersaudara.

Putiah kapeh dapek diliek, putiah hati bakaadaan. Perlihatkan jugalah muka yang sabak kepada mereka, walau sekadar basa-basi. Semoga Allah memberi kekuatan kepada para korban bencana alam untuk bangkit dan kembali tegak menatap masa depan keluarga. Semoga! (Sawir Pribadi)

 
Top