Faktual dan Berintegritas


SUBUH di Pekanbaru, Sarapan pagi di Surabaya dan makan siang yang telat di Jakarta. Tak dapat tiket di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang Pariaman, bandara provinsi tetangga pun digapai.

Begitulah! Tiket pesawat tujuan Padang-Jakarta untuk Kamis (25/4) sudah full booking. Jalan satu-satunya adalah ke daerah terdekat. Pekanbaru salah satu alternatifnya. Booking tiket melalui Bandara Internasional Sutan Syarif Kasim II Pekanbaru agar bisa sampai Jakarta. 

Untuk penerbangan Kamis (25/4) tersedia tiket, tapi terpaksa via Surabaya, Jawa Timur. Artinya harus transit pula di Kota Pahlawan tersebut.

Perjalanan jelas makin jauh dan sangat melelahkan. Dari Padang harus jalan darat ke Pekanbaru selama sekitar 8 jam terlebih dulu. Berangkat malam tibanya pagi. Sesudah salat subuh di Pekanbaru, naik pesawat ke Surabaya. Tanpa ganti baju tanpa mandi langsung saja naik pesawat. Biarlah, yang penting bisa berangkat.

Pesawat mengudara membelah udara Provinsi Riau, bersambut dengan mega-mega Pulau Jawa. Dingin pagi seolah tak bisa ditangkis dengan jaket.

Pukul 08.40 pesawat dari SSK II Pekanbaru itu mendarat di Bandara Internasional Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur. Perut ini mengajukan pertanyaan  mau diisi atau dikeluarkan? Sebab sejak diisi pada pukul 00.00 di Lubuk Bangku, Kabupaten Limapuluh Kota, belum ada tambahannya selain air putih.

Maka sekitar pukul 09.00 sarapanlah saya di kawasan ruang tunggu keberangkatan di Bandara Juanda dimaksud sambil menambah daya ponsel. Jakarta masih jauh. Masih butuh waktu 1,5 jam lagi untuk mencapai Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Tangerang, Banten. Jika sesuai jadwal, keberangkatan masih dua setengah jam lagi waktu jeda.

Secangkir teh manis dan sepiring nasi goreng spesial menjadi teman pagi itu. Kembali saya renungkan beratnya perjuangan dan jauhnya perjalanan dari Padang ke Jakarta. Yang biasanya ditempuh 1 jam 40 menit, sekarang bisa menghabiskan waktu 18 jam lebih. Bayangkan harus ke ujung timur Pulau Jawa terlebih dahulu.

Kenapa semua pesawat dari Padang penuh? Padahal lebaran telah berlalu. Apakah ada yang ekstra lebaran di Ranah Minang? Kemungkinannya sangat besar. Sebab, sebagian perantau seperti pedagang ada yang pulang kampung setelah lebaran. Ada pula pekerja yang ambil cuti tahunan seiring dengan libur lebaran. 


Kemungkinan lain bisa saja maskapai yang buka line Jakarta-Padang PP masih kurang. Akibatnya lagi harga tiket Jakarta-Padang atau sebaliknya lebih mahal ketimbang penerbangan ke daerah lain. Justru itu, tidaklah aneh jika banyak orang dari Sumbar ke Jakarta transitnya di Kuala Lumpur, lantaran dengan cara itu ongkos lebih murah. 

Sudahlah, saya tak mempersoalkan itu. Yang penting perjalanan seperti ini harus dinikmati saja. Kapan lagi satu trip perjalanan bisa singgah di bandara dan daerah lain.


Delay Pula

Kenikmatan perjalanan sejauh itu kian lengkap ketika pesawat yang akan ditumpangi dari Surabaya ke Jakarta delay pula. Awalnya pemberangkatan dijadwal pukul 12.15 WIB, ditunda sampai pukul 13.45 WIB. Satu setengah jam lagi duduk-duduk di Bandara Juanda.

Melalui mengeras suara, sang operator mengumumkan bahwa keterlambatan karena alasan operasional. Saya tak paham apa maksud alasan itu. Yang saya tahu, pengumuman itu disampaikan dalam tiga bahasa; bahasa Indonesia, Inggris dan bahasa Jawa.

"Sembarang sajalah," kata saya dalam hati.

Penumpang bisa berbuat apa, ketika pesawat yang akan ditumpangi mengalami keterlambatan. Apapun alasannya, penumpang hanya bisa kesal atau tersenyum pencong saja. Maklum di negeri ini memang sering terjadi pesawat delay.

Waktu zuhur masuk, saya pergi ke mushala atau tempat salat yang disediakan pihak bandara. Wow, tempat salatnya besar. Hampir sebesar masjid di komplek tempat tinggal saya.

Selain besar, bersih pula lagi. Lantainya berlapis pinyl. Dilengkapi AC pula lagi.

Saat itu teringat saya dengan tempat salat di Bandara Internasional Minangkabau yang kecil. Bahkan musala yang ada di sebelah pintu kedatangan internasional hanya bisa memuat beberapa orang saja. Padahal bandara itu berada di negeri yang berpalsafah 'adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah'.

Akhirnya pukul 14.15  pesawat yang membawa saya perlahan bergerak ke landasan pacu, meninggalkan Surabaya menuju Jakarta. Pesawat terbang yang tadinya delay itu dengan gagah perkasa membelah awan nan basah. Tak ada yang patut diceritakan dalam perjalanan. Mata ini berat, terpejam lebih nyaman.

Tepat pukul 15.43 pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Baru saja berhenti, sebagian isi pesawat sudah berdiri. Terdengar pula deringan ponsel. 

Sempurna, perjalanan Padang-Jakarta memakan waktu 18 jam lebih. (Sawir Pribadi)

 
Top