Faktual dan Berintegritas



AWAL 2022, ada pelantikan sebanyak 9 pejabat eselon II di Pemko Padang. Pejabat sebanyak itu mengalami mutasi dan rotasi. Bahkan ada yang didatangkan dari luar Kota Padang, walau sesungguhnya sebelumnya juga pejabat di Pemko Padang.

Tidak ada masalah. Karena memang  mutasi, rotasi, promosi bahkan degradasi sekalipun tidak  masalah dalam pemerintahan selagi dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Seorang kepala daerah tentu akan memilih ‘pembantu’ yang menurutnya akan memperlancar pekerjaan.

Lalu, ada apa dengan mutasi  dan pelantikan yang dilaksanakan pada 3 Januari 2022 lalu? Sekilas memang masalah dan tidak ada apa-apa, namun di balik ketidak apa-apaan itu, publik melihat ada persoalan cukup serius juga, terkait penempatan pejabat yang dimutasi dan dilantik.

Masalahnya di mana? Seorang dokter yang sudah cukup lama memegang jabatan sebagai kepala Dinas Kesehatan di Kota Padang dipindahkan ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Sebaliknya Dinas Kesehatan dibiarkan kosong.

Menilik kondisi sekarang, saat negeri ini masih dikerubuti virus Corona, ditambah pula dengan varian Omicron yang sudah mulai merambat di sejumlah provinsi, rasanya kurang tepat saja seorang walikota mencopot kepala Dinas Kesehatan tanpa langsung ada penggantinya.

Seumpama  tiba-tiba saja Omicron juga meledak di Kota Padang sebagaimana terjadi di Kepulauan Riau dan DKI Jakarta, apa akal kita?  Sementara kepala Dinas Kesehatan tidak ada? Sementara  Walikota hanya sendiri tanpa ada wakil dan sekretaris daerah tidak pula definitif. Lengkap sudah masalahnya!

Fakta ini telah mengundang diskusi hangat di sejumlah WAG hingga komentar-komentar di status media sosial warga kota. Ada yang nyeleneh bahwa di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan belum dilakukan vaksin terhadap buku-bukunya, maka diperlukan seorang dokter yang sudah berpengalaman di Dinas Kesehatan. Ada pula yang mengatakan, di Perpustakaan Kementerian Kesehatan pun tidak dipimpin oleh dokter. Pokoknya macam-macamlah tanggapan warga terkait pemutasian kepala Dinas Kesehatan menjadi kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan dimaksud.

Kembali ke pertanyaan sebagaimana judul tulisan ini; Ada apa di Pemko Padang? Lalu, dilanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, salah apa seorang dokter Feri Mulyani? Gagalkah ia menangani Covid di Kota Padang? Atau soal vaksin? Rasanya untuk keduanya itu, semua berjalan dengan baik sesuai target. Buktinya, saat ini Kota Padang sudah level 1.

Atau ada penyakit lain yang di luar sepengetahuan masyarakat? Misalnya ada yang ‘sakit perut’  tiba-tiba dan lain sebagainya. Ini memang agak teka teki. Kita Kembali ke peribahasa orang Minang “kalau indak ado barado, indak tampuo basarang randah”. Jika tidak bersebab kerkerana, tidak mungkinlah dokter jadi pemimpin Pustaka. (Sawir Pribadi )

*Tulisan ini sudah disiarkan di Harian Singgalang 

 
Top