Faktual dan Berintegritas

Ilustrasi: Pngtree 

MANTAN penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKP Stepanus Robin Pattuju, alias Robin divonis 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. AKP Robin dinyatakan bersalah menerima suap dari sejumlah orang yang totalnya mencapai Rp11,538 miliar.

Vonis penjara bertahun-tahun bagi terdakwa kejahatan korupsi tentulah hal biasa. Sebagaimana peribahasa menyebutkan, tangan mencincang, bahu memikul. Artinya, itu adalah bentuk konsekuensi dari tindakan dan kesalahan yang mereka lakukan.

Bicara kejahatan korupsi di negeri ini bagai tiada habis-habisnya. Nyaris tiap sebentar publik membaca, mendengar dan bahkan menyaksikan adanya tokoh hingga oknum pejabat yang ditangkap aparat berwajib, baik oleh KPK maupun oleh aparat penegak hukum lainnya.  Terakhir menimpa Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dan sebelumnya Walikota Bekasi, Jawa Barat.

Miris kita dengan fakta-fakta demikian. Apalagi kejahatan korupsi dilakukan oleh penegak hukum. Orang-orang yang semestinya menjadi contoh untuk pemberantasan korupsi malah melakukan korupsi. Agaknya luar biasa enak uang negara dipakai untuk kepentingan pribadi dan keluarga dibanding hasil keringat sendiri.

Dikatakan demikian, karena rata-rata yang terlibat korupsi adalah oknum pejabat atau orang-orang yang memiliki gaji serta pendapatan besar. Atau jangan-jangan mereka adalah orang-orang yang tidak pernah merasa cukup sekaligus tidak mensyukuri apa yang diperoleh secara baik-baik?

Penyidik KPK, oknum polisi, oknum jaksa kepala daerah dan atau pejabat lainnya yang melakukan tindak kejahatan korupsi adalah ibarat tongkat yang membawa rebah. Mereka yang seharusnya menjadi contoh sekaligus mengkampanyekan agar negeri ini bebas dari korupsi, malah terlibat korupsi. Mau dibawa ke mana negeri ini?

Karenanya, hukuman belasan tahun atau bahkan puluhan tahun bagi mereka rasanya belumlah cukup. Agaknya terhadap mereka perlu tambahan hukuman, seperti pemiskinan, pengucilan, pencabutan hak politik serta lainnya. Tujuannya tentulah sebagai terapi kejut atau efek jera bagi yang lainnya untuk tidak tergiur melakukan korupsi.

Lihalah, hukuman-hukuman yang telah diberikan kepada para terdakwa korupsi ternyata belum menimbulkan efek jera. Buktinya itu tadi! Tiap sebentar publik membaca, mendengar dan menyaksikan adanya operasi tangkap tangan atau orang-orang yang diperiksa aparat penegak hukum lantaran terlibat korupsi.

Oleh karena itu, agar menimbulkan efek jera bagi yang lain, selayaknyalah hukuman bagi koruptor diperberat. Jika perlu terapkan hukuman seumur hidup ditambah dengan pemiskinan dan pencabutan sejumlah hak. Mudah-mudahan negeri ini bisa bersih dari korupsi. Semoga! (Sawir Pribadi)

 
Top