Faktual dan Berintegritas


PADANG -- Sudah 80 tahun Indonesia merdeka, namun masih banyak warga yang hidup dalam keterbatasan. Setidaknya itu dirasakan lebih 100 kepala keluarga (KK) warga Jorong Limpato, Nagari VI Koto Selatan, Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.

Masyarakat setempat masih hidup dengan keterbatasan akses dan sarana umum. Wilayah yang terletak di daerah tertinggal dan berbatasan langsung dengan perusahaan ini dihuni ratusan masyarakat yang setiap hari harus berjuang melewati jalan rusak untuk mencapai pusat kabupaten yang berjarak sekitar 60 kilometer. Perjalanan jauh itu menjadi hambatan besar bagi aktivitas harian mereka, terutama untuk mendapatkan pelayanan publik.

Seorang warga mengaku bernama Anaih (50) mengaku kondisi tersebut kian memprihatinkan. Akses menuju pusat pemerintahan, fasilitas kesehatan, maupun sarana pendidikan masih sangat terbatas. Satu-satunya sekolah dasar di daerah itu bahkan masih berstatus filial atau lokal jauh dari SD Negeri 18 Kinali, sehingga anak-anak harus menempuh perjalanan panjang demi belajar.

Ia mengungkapkan, bantuan yang diterima sejauh ini hanya berupa beras dan bantuan rutin dari pemerintahan nagari. Namun, pembangunan infrastruktur seperti jalan dan akses transportasi menuju pusat kabupaten nyaris tidak tersentuh.

“Untuk ke pusat kabupaten, kami harus memutar melewati Kabupaten Agam atau Kabupaten Pasaman, apalagi kalau pakai kendaraan roda empat. Jalan yang ada sekarang sangat sulit dilalui,” kata dia.

Kondisi yang sama juga dialami saat warga membutuhkan layanan kesehatan. Mereka lebih memilih berobat ke Kabupaten Agam karena jarak dan kondisi jalan ke pusat Pasaman Barat terlalu berat dilalui. Hal serupa terjadi jika mereka harus mengurus dokumen kependudukan atau administrasi lainnya.

Jarak yang jauh dari pusat kecamatan maupun nagari membuat mereka tertinggal dari segi informasi dan pemerataan pembangunan. Warga berharap pemerintah daerah menjadikan akses layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan jalan sebagai prioritas.

“Kalau ada akses yang layak, kami bisa merasakan hidup yang setara dengan masyarakat lain di Pasaman Barat. Sekarang rasanya seperti terpisah dari kabupaten sendiri,” ujar seorang warga lainnya.

Masyarakat mengaku sudah berulang kali mengusulkan pembangunan dan memohon pemenuhan kebutuhan mendasar kepada pemerintah, namun hingga kini belum ada realisasi. Permasalahan lahan dan hubungan dengan perusahaan di sekitar wilayah itu pun menambah beban pikiran warga.

Mereka berharap suara dan keluhan yang sudah disampaikan bertahun-tahun tidak lagi diabaikan. Harapannya, pemerintah benar-benar melihat kondisi ini sebagai masalah serius yang harus segera diselesaikan, bukan sekadar janji pembangunan yang tak kunjung datang.

Bagi warga Jorong Limpato, kemerdekaan yang sudah dirasakan Indonesia selama puluhan tahun dan usia Pasaman Barat yang menginjak 21 tahun, belum berarti penuh jika mereka masih harus berjuang melawan kesenjangan yang seolah tak berujung. (aft)
 
Top