Faktual dan Berintegritas


KOTA PADANG baru saja merayakan puncak peringatan ulang tahun ke-356. Sidang paripurna istimewa DPRD Kota Padang pada 7 Agustus kemarin menjadi titik puncaknya.

Meski demikian, rangkaian kegiatan lain tentu masih berjalan dan ada juga akan dilaksanakan. Ada yang dilaksanakan oleh pemerintah kota, ada pula yang digelar oleh warganya. Beruntungnya ulang tahun Kota Padang berjarak 10 hari dengan ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, sehingga segala kegiatan bisa dihubungkan dengan keduanya.

Di usia ke-356 tahun itu, apakah Kota Padang sudah maju atau masih begitu-begitu saja? Pertanyaan seperti ini perlu diinap-menungkan oleh kita semua. Sebab, sebagai pusat pemerintahan provinsi, Padang punya plus-minus di usia demikian. Wajar!

Secara umum, ulang tahun adalah momen untuk melakukan evaluasi, bukan sekadar perayaan dan aneka lomba hingga bonus-bonus. Ulang tahun bukan cuma potong kue atau potong tumpeng, hingga acara seremoni yang ditutup doa.

Diakui atau tidak, perkembangan Kota Padang sepertinya sangat lambat. Jika boleh diibaratkan sebuah lomba lari, maka Padang jauh tertinggal dari para jiran kiri dan kanan. Salah satunya kemajuan pembangunan yang melibatkan investor dan masyarakat.

Sekadar contoh, Kota Padang tidak punya banyak gedung bertingkat, jika dibandingkan dengan Kota Pekanbaru, misalnya. Begitu juga dengan sarana dan prasarana seperti jalan, trotoar, angkutan massal, terminal dan lain sebagainya, masih belum memenuhi harapan.

Memang, memenuhi harapan semua orang itu tidak gampang. Tapi, setidaknya nyaris setiap hari terdengar keluhan dari warga Padang atau pengunjung yang datang ke kota ini, seperti soal parkir, kenyamanan di jalan, lantaran jalan ‘dirampas’ pedagang dan parkir kendaraan bermotor yang entah legal entah tidak. Kemudian jalan yang masih gelap karena lampu jalannya mati. Traffic light yang tidak berfungsi sempurna, angkutan kota yang sudah pada uzur dan lain sebagainya. 

Belum lagi aksi premanisme yang berdalih tukang parkir, terutama di kawasan-kawasan wisata. Yang satu ini pernah viral di media sosial.

Kemudian kemacetan lalu lintas yang titiknya dari dulu tidak bergeser, terkesan dibiarkan. Umpamanya kemacetan di depan SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 2 yang terjadi setiap jam pulang. Kendaraan-kendaraan penjemput termasuk penyumbang kemacetan di sana. Kenapa tetap dibiakan? 

Ada kemacetan di kawasan By Pass, seperti dekat Polsek Kuranji, ikut disumbang oleh adanya bundaran persis dekat traffic light. Kenapa bundaran yang berada persis di gerbang Mapolsek Kuranji itu tidak ditutup saja? 

Lalu di depan UNP yang kemacetannya disumbang oleh ‘terminal bayangan’. Kemudian di kawasan Andalas tak jauh dari jembatan terjadi kemacetan pada jam-jam tertentu. 

Kasus lain, lampu merah yang menyala terkadang tak lebih dianggap sebagai ‘pajangan’ oleh sebagian pengendara kendaraan bermotor. Tidak dipatuhi! Terutama di sepanjang jalan By Pass. Adakah petugas di sana? Adakah teguran hingga penindakan?

Semua itu hanyalah contoh di antara banyak persoalan yang dihadapi Kota Padang hingga berusia 356 tahun. Angka itu jika disingkat menjadi 3,5 abad. Bayangkan sudah berapa walikota yang memerintah di kota ini, namun Padang tetap saja bergerak lambat dan masih begitu-begitu saja. Apakah setahun ke depan akan tetap seperti ini juga? Entahlah.

Selamat ulang tahun ke-356 Kota Padang, semoga tidak lagi begitu-begitu saja lagi! (Sawir Pribadi)
 
Top