Faktual dan Berintegritas


PERKEMBANGAN ilmu pengetahun dan teknologi di tengah kehidupan masyarakat telah memaksa banyak hal ikut berubah. Lihatlah, saat ini orang-orang tak lagi mau repot dan semua mau cepat serta serba instan.

Sekadar contoh, masyarakat hari ini sudah ogah ke pasar, karena semua bisa dibeli dari rumah. Akibatnya pasar jadi sepi, pusat-pusat perbelanjaan lengang. Kalau ada mal yang ramai, kadang kebanyakan dari orang yang hanya melihat-lihat saja, tanpa belanja yang sekarang ramai dengan istilah 'rombongan jalan-jalan tanpa membeli' alias 'rojali'. Sedang selebihnya untuk ngadem alias mendinginkan badan.

Untuk pelajar, tempat-tempat kursus dan les privat tak lagi menarik. Sebab, apa yang diperlukan ada di genggaman, yaitu di telepon seluler pintar alias gadget. Tinggal ketik di pencarian, maka pertanyaan akan terjawab. 

Itulah sejumput contoh kondisi saat ini yang nyaris tak bisa dibantah. Perkembangan teknologi telah mengubah perilaku manusia. Dalam hal ini termasuk pula segi penegakan hukum.

Percaya atau tidak, banyak peristiwa pelanggaran hukum yang cepat ditanggapi aparat penegak hukum diawali dengan kata 'viral'. Kata yang satu itu saat ini bagaikan kata sakti dalam penegakan hukum. Siapa yang yang membuat semua jadi viral? Dialah netizen. 

Setuju atau tidak,  netizen sekarang bagaikan kekuatan baru. Bahkan seolah-olah menjadi kekuatan ke lima setelah eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers. Jika pers sebagai kekuatan ke empat berwadah media cetak, elektronik dan media online, maka netizen punya wadah aneka platform media sosial. 

Percaya atau tidak, banyak kasus hukum yang cepat direspons aparat penegak hukum setelah netizen bersuara. Selain itu ada pula kebijakan pemerintah yang bisa batal oleh kekuatan netizen. Netizen pun bisa membuat seseorang tak bisa tidur hingga melakukan tindakan di luar nalar, seperti percobaan bunuh diri dan lai sebagainya.

Netizen juga mempengaruhi pola pikir masyarakat. Sesuatu yang rapat bisa dijadikan renggang dan yang jauh bisa diperdekat. Yang tersembunyi bisa terlihat nyata. Begitulah mereka yang terkesan benar semua. Maklum mereka bekerja, bebuat dan bicara tanpa kode etik. Ada pula yang laksana motor ndak berlampu yang putus rem. Yang ke lamak di perut saja.

Di samping itu, tentu banyak pula netizen realistis dan  logis. Yang terakhir ini biasanya sound-nya lebih lunak. Mereka tak berkoar-koar dan jika berkomentar di media sosial masih menggunakan logika dan pertimbangan jauh ke depan, kiri, kanan serta belakang. Tidak main daram saja!

Lalu, akankah netizen diresmikan menjadi kekuatan ke lima setelah kekuatan pers? Entahlah? Yang pasti suara mereka lebih didengar ketimbang pembuat aturan. (Sawir Pribadi)
 
Top