Faktual dan Berintegritas


PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Aturan baru tersebut sebagai pengganti PP 53 tahun 2010 yang juga mengatur disiplin pegawai negeri sipil.

Dalam aturan baru ini, ada perubahan pemberian sanksi atas kesalahan yang dilakukan. Pada Pasal 8 PP tersebut ada tiga jenis hukuman atau sanksi yang siap menunggu PNS apabila melanggar disiplin. Ketiga jenis hukuman itu adalah hukuman disiplin ringan, sedang dan berat.

Hukuman disiplin ringan bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis atau  pernyataan tidak puas secara tertulis. Yang jadi persoalan jika seorang PNS mendapatkan hukuman sedang, apalagi hukuman disiplin berat.

Dalam Pasal 8 ayat (3) PP tersebut dibunyikan jenis hukuman disiplin sedang  terdiri atas: (a). Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25%  selama 6 bulan, (b). Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25%  selama 9 bulan; atau (c). Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25%  selama 12 bulan.

Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Otok Kuswandaru menyatakan pemotongan tunjangan kinerja (tukin) demikian bakal diberikan kepada para PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dalam melaksanakan tugasnya. Adakah yang mau hal demikian terjadi?

Agaknya tidak seorang pun PNS atau ASN di Indonesia yang mau tunjangan kinerjanya dipotong. Jangankan dipotong 25 persen sampai satu tahun, untuk satu bulan saja, barangkali jarang ada yang mau.

Hanya saja, dalam aplikasinya sehari-hari, ada yang lupa akan sanksi atau hukuman demikian, sehingga melakukan kesalahan. Umpamanya, melakukan pungutan liar. Hal ini jelas dengan tegas dilarang, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 PP 94/2021 tersebut.

Pada Pasal 5 itu, ada sejumlah larangan bagi PNS. Selain dilarang melakukan pungutan di luar ketentuan, juga ada yang berkaitan dengan netralitas PNS pada kegiatan politik. Pada Pasal 5 huruf (n),  PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota DPR, DPD atau calon anggota DPRD dengan cara  ikut kampanye,  menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS,  sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain.

Itu adalah sebagian kecil yang dilarang di dalam PP 94/2021 tersebut. Selama ini, larangan itu kerap dilakukan oleh oknum PNS. Mereka seperti lupa bahwa ada profesi PNS yang disandang.

Oleh karena itu, PP ini perlu menjadi perhatian dan pedoman dalam bersikap, berbuat dan bertindak. PNS harus menjaga harkat dan marwahnya sebagai abdi negara, termasuk menjaga lidah dan goyangan ibu jari di media sosial. Jangan hanya gara-gara hal kecil, kehilangan tunjangan kinerja berbulan-bulan hingga satu tahun. Jika tak ingin tukin dipotong, maka, patuh sajalah dengan aturan sebagaimana PP 94/2021 dimaksud.

Mudah-mudahan PP ini dijadikan rambu-rambu oleh PNS.  Siang dijadikan tongkat, malam dijadikan senter. Semoga!  (Sawir Pribadi)

 
Top