Faktual dan Berintegritas


Catatan Budi Syahrial

Kunjungan kerja Badan Pembentuk Peraturan Daerah (BAPEMPERDA) DPRD Kota Padang kami sempatkan melihat dari dekat kota Palangkaraya yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Perjalanan dari Padang dengan Batik Air selama 1,5 jam mesti transit dahulu di Jakarta dan lanjut 1,5 jam kemudian ke Palangkaraya. Kota yang dilalui khatulistiwa ini berpenduduk sekitar 250.000 jiwa tidak memiliki pantai karena memang berada di tengah Pulau Kalimantan. Warganya juga hidup di atas tanah yang tidak memiliki retakan bumi sehingga tidak mengenal gempa, namun akrab genangan air dan kebakaran lahan hutan karena tanah gambut dan rawa.

Provinsi yang memiliki 26 ragam bahasa ini benar-benar unik. Mereka disatukan bahasa Indonesia sedangkan bahasa daerahnya berbeda-beda antar sungai besar dengan sungai kecil. Contohnya bahasa Dayak Kapuas dan Dayak Barito serta Dayak Banjar jauh berbeda bahkan banyak yang tidak dimengerti oleh Suku Dayak lainnya yang tidak sealiran sungai. Bayangkan kalau Anda menguasai 1 bahasa Dayak Kapuas, pergi ke Dayak Barito terpaksa belajar ulang karena beda bahasa dan langgamnya begitu juga dengan Dayak Mayan, Dayak Ngajuk suku asli Palangkaraya, Dayak Bakumpai dan lain-lain.

Keragaman bahasa ini diupayakan dilindungi oleh Pemerintah Provinsi Kalteng. Mereka membuat perda khusus tentang cagar budaya, perlindungan masyarakat adat, sastra dan bahasa Dayak. 

Kota Palangkaraya memiliki luas 2.000 Km lebih. Dengan luasnya tanah, maka kaplingan rumah warga rata-rata mencapai 1.000 M2 untuk 1 rumah sehingga ada rumah memiliki kebun dan taman di depannya. Kota ini hidup dari sektor jasa sementara provinsi Kalimantan Tengah hidup dari bouksit, emas, batubara, rotan, damar dan hasil hutan lainnya.

Uniknya Bung Karno sempat meletakkan batu pertama dan dibuatkan tugu bersejarahnya di tengah Palangkaraya depan Kantor DPRD Kalteng seakan-akan memberi signal kalau ibukota akan dipindahkan, maka ke Kalimantan Tengah-lah tempatnya, hanya sayangnya kurang kesiapan lahan dan akhirnya direbut oleh Kalimantan Timur karena ada tanah negara 150.000 hektare di Paser Penajam yang membuat pemerintah pusat menetapkan IKN pindah ke sana di Kaltim.

Sejumlah perda juga kami pelajari dan kami simpan untuk dibawa ke Padang dan jika memungkinkan, bisa saja diadopsi untuk melindungi situs cagar budaya dan beberapa aturan lainnya yang mungkin berguna bagi warga Kota Padang hasil kunjungan ke Bumi Mandau ini.

Terimakasih sambutan hangat Ketua Bapemperda Provinsi Kalteng Pak Duel, Pak Alexius dan lain-lain serta selamat ulang tahun Provinsi Kalteng yang ke-65 jatuh tepat hari ini. Akhir pertemuan saya sempatkan berpantun ke anggota DPRD Kalteng 

"Palangkaraya di Tengah Pulau Kalimantan

Bandaranya Bernama Tjilik Riwut

Berharap Bapak/Ibu ke Padang Kunjungan

Dengan Aneka Rendang Kami Sambut". (*)

 
Top