Faktual dan Berintegritas


DALAM beberapa hari terakhir, ada kabar kurang baik menyelinap dari relung-relung informasi. Ada puluhan negara kini terancam krisis ekonomi parah.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meminta para menteri membuat perhitungan rencana antisipasi kemungkinan terburuk. Ia menyebut ada 28 negara yang tengah antre untuk menjadi ‘pasien’ International Moneter Found (IMF) atau Dana Moneter Internasional .

Apa yang disampaikan Presiden Jokowi tersebut diperkuat oleh IMF yang mengatakan ada 31 negara akan masuk ke jurang resesi tahun depan. Jumlah itu meningkat sekitar dua kali lipat dibanding tahun 2022.

Ini tentu bukan sekadar kabar petakut. Pada dasarnya, di banyak negara saat ini tengah mengalami pertumbuhan ekonomi minus. Belum lagi adanya perang Rusia vs Ukraina ikut memicu terjadinya krisis dunia.

Khusus di Indonesia, banyak pusat perbelanjaan yang mulai sepi. Pasar-pasar tradisional juga tak jauh beda. Kondisi demikian sudah terasa semenjak negeri ini dilanda pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.

Sekarang, walau pandemi sudah mereda, namun ekonomi masyarakat masih belum bergerak. Hal itu dipicu oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, sehingga kemudian memicu kenaikan harga-harga kebutuhan lainnya.

Lalu, apakah kondisi demikian akan dibiarkan saja? Apakah ‘badai’ yang diistilahkan Presiden Jokowi itu akan dibiarkan menerjang Indonesia? Tentu saja tidak!

Karena itulah, Presiden Jokowi mewanti-wanti para menterinya untuk membuat langkah antisipatif. Ia akan mengajak sejumlah menteri dan menko untuk berbicara yang berkaitan dengan stress test. Sampai seberapa jauh kekuatan bangsa ini untuk menghadang badai dimaksud.

Justru itu, para menteri dan pihak-pihak terkait harus mampu mengatur strategi terhadap kabar buruk tersebut. Tidak ada waktu lagi untuk beretorika, melainkan harus bergerak cepat. Karena badai yang dimaksud Jokowi itu juga terus bergerak.

Salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah dengan mempertegap kuda-kuda usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).  Sebab, berdasarkan pengalaman krisis di masa lampau, UMKM tetap tegak. Semoga saja pemerintah bisa menyikapi kabar buruk itu dengan cerdas. Semoga!  (Sawir Pribadi)

 
Top