Faktual dan Berintegritas


PADANG, SWAPENA -- Keluarga merupakan kata kunci untuk menciptakan rasa aman kepada perempuan dan perlindungan terhadap anak. Ketika keluarga bisa menghadirkan suasana yang nyaman dan kondusif, maka anggota keluarga akan memberikan suatu hal yang positif kepada lingkungan sekitar. Oleh karenanya dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga. 

Hal itu disampaikan Gubernur Sumatera Barat, Buya Mahyeldi, saat menjadi pembicara Seminar Internasional tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Dalam Sudut Pandang Hukum dan Psikologi Forensik di Gedung M. Syaaf Jati, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Sabtu (22/10). 

"Oleh sebab itu di setiap agama pasti diajarkan bagaimana upaya untuk membentuk keluarga yang berkualitas, bahagia, dan sejahtera," ucap gubernur. 

Gubernur juga menyebutkan bahwa baru-baru ini Pemprov Sumbar juga telah menerbitkan Perda Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak selain itu Pemprov Sumbar juga telah membentuk UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak yang bertugas  untuk memberikan layanan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam masalah kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus, dan perlindungan lainnya bagi penyintas. 

Menurut data sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan Dan anak (Simfoni PPA) per tanggal 20 Oktober 2022 terdapat 180 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan korban sebanyak 183 orang, sedangkan kasus terhadap anak sebanyak 418 kasus dengan korban sebanyak 449 orang. 

"Dari data tersebut, kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual, yang membawa dampak fisik, psikologi, dan sosial yang buruk bagi korban," ujar gubernur. 

Oleh karenanya menurut gubernur, peran psikologi forensik sangat dibutuhkan. Diharapkan dengan adanya psikologi forensik dapat memberikan penanganan dan alternatif terbaik dan mengedepankan hak korban yang terlibat dalam kasus hukum, serta menciptakan rasa aman bagi korban, sehingga korban berani berbicara saat di persidangan dan memberikan keterangan selengkap-lengkapnya. 

Mendukung hal tersebut,  Asisten Deputi Bidang Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Margareth Robin Korwa, mengatakan bahwa kekerasan terhadap Perempuan dan anak merupakan kekerasan terhadap kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi, yang harus dihapus. 

"Bentuk dan kuantitas kekerasan seksual sekarang ini semakin meningkat dan berkembang yang menimbulkan dampak yang luar biasa, kepada korban. Dampak tersebut meliputi penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, sosial, yang dapat mempengaruhi kehidupan korban," ucapnya. 

Lebih lanjut Margareth menyampaikan, beberapa penelitian menyebutkan gambaran kondisi kesehatan mental yang dialami oleh korban kekerasan seksual antara lain yang mendapatkan beragam jenis masalah kesehatan mental yang dialami seperti guncangan kecemasan, depresi, hingga gangguan stress pasca trauma. Oleh karena itu korban kekerasan seksual membutuhkan pendampingan psikososial, layanan psikologis, kesehatan medis pasca tindak pidana kekerasan seksual, serta hukum yang berpihak kepada korban. (kmf) 

 
Top