Faktual dan Berintegritas



JAKARTA -- Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengukuhkan pengurus Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) periode 2022-2026 di Masjid Istiqlal, Jakarta. Menag berpesan agar masjid dijaga dari politisasi.

Pengukuhan pengurus BKM ini dikemas sebagai relaunching (peluncuran ulang). Sebab, giat ini digelar setelah kepengurusan BKM vakum dalam durasi yang cukup lama. Relaunching BKM ini tidak sekadar menyalakan dan memanaskan kembali mesin yang telah lama mati, tetapi revitalisasi dalam arti mendorong kerja-kerja terstruktur, sistematis dan masif. Sehingga, BKM diharapkan semakin berdaya dan masjid-masjid semakin terberdayakan, masyarakat umat beragama dan bangsa semakin sejahtera.

“Jadikan masjid sebagai rumah bersama yang menjadi tempat bernaung banyak orang yang memiliki itikad dan komitmen untuk pemberdayaan dan pemajuan masjid. Ajak dan libatkan banyak orang, banyak anasir dalam lembaga ini. Semakin banyak potensi dijalin, semakin besar peluang pemberdayaan dapat dilakukan,” pesan Menag di Jakarta, Rabu (3/5).

Hadir, Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Anwar Iskandar, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Nur Ahmad Baznas, Kadisbintalad Brigjen TNI Nur Salam, para pejabat Eselon I Kementerian Agama, para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, serta pengurus BKM yang dikukuhkan.

“Jaga masjid-masjid kita dari politisasi dan intoleransi, terlebih kita akan menyongsong tahun politik 2023-2024,” sambungnya.

Menurut Menag, revitalisasi BKM, setidaknya menyangkut tiga ranah. Pertama, membentuk dan mengokohkan kepengurusan organisasinya. Kedua, mencermati dan memperkuat payung regulasinya. Ketiga, menyertakan dan mensinergikan segenap potensi program pengembangan kemasjidan, baik yang bersifat programatik, maupun dalam rangka mengokohkan akar teologis-ideologis yang menjiwai gerak langkah organisasi.

Masjid, kata Menag, adalah episentrum pembinaan umat Islam. Sejarah Islam menginformasikan hal itu. Pada zaman Rasulullah, fungsi-fungsi masjid sangat beragam dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain sebagai tempat ibadah, masjid saat itu berfungsi juga sebagai kantor pengadilan (pidana dan perdata), balai pertemuan untuk acara pernikahan, akikah, dan kematian. Bahkan, masjid juga jadi tempat pertemuan lintas agama. Diriwayatkan, Rasulullah pernah menerima 60 tokoh lintas agama dan berkumpul di masjid. Bahkan, menara masjid zaman itu tidak hanya digunakan untuk mengumandangkan azan, tapi juga untuk melihat rumah-rumah penduduk yang tidak berasap dapurnya. Asap dapur penanda adanya kegiatan masak memasak dalam rumah (indikator ekonomi).

“Belakangan, kita mencermati fungsi-fungsi itu agak memudar atau bahkan bergeser ke arah tidak tepat. Masjid hanya dipandang tempat salat. Ada juga penggeseran multifungsinya, lalu masjid menjadi ruang politisasi dan arena perkecambahan paham intoleran dan ekstrim,” kata Gus Men, panggilan akrabnya.

“Untuk fenomena-fenomena aktual inilah kita terdorong untuk kembali merajut semua potensi untuk memperkuat dan memberdayakan masjid-masjid kita. Masjid harus lebih profesional dikelola, cara pandang seluruh ekosistemnya moderat dan harus berdaya. Untuk itu kita perlu merevitalisasi BKM dan peran-peran strategisnya,” tandasnya.


Gus Men menambahkan, revitalisasi BKM adalah kerja-bersama semua pihak. Tidak hanya Kementerian Agama, tugas penguatan kemasjidan juga menjadi urusan-bersama pemerintah dan anasir non-pemerintah; aktivis ormas Islam, akademisi, para alim ulama, kalangan pesantren, dan kita semua umat Islam

“Bismillah kita bergerak bersama dalam niat dan tekad memakmurkan masjid dan memajukan bangsa dan negara Indonesia. Dari masjid, kita makmurkan Indonesia,” tandasnya

Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin yang juga Ketua Umum BKM melaporkan, sebagai negara muslim terbesar di dunia, masjid di Indonesia sangat banyak. Ada beragam jenis, yaitu: Masjid Negara (nasional), Masjid Raya (provinsi), Masjid Agung (kabupaten/kota), Masjid Besar (kecamatan), dan Masjid Jami’ (desa). Berdasarkan data Sistem Informasi Masjid (Simas) Kemenag, hampir ada 800.000 masjid dan musalla di Indonesia.

“Masjid memiliki posisi sentral dalam menguatkan literasi keagamaan dan menyatukan umat. Masjid juga memiliki fungsi sosial, edukasi, dan ekonomi, selain fungsi ibadah,” ucapnya. (*)

 
Top