Faktual dan Berintegritas

Asep Dahlan 

JAKARTA -- Konsultan Keuangan Asep Dahlan mengingatkan masyarakat, khususnya generasi muda, agar lebih bijak dalam mengelola keuangan dan tidak terjebak gaya hidup konsumtif yang sering berujung pada pinjaman online (pinjol). Menurutnya, kebiasaan berbelanja tanpa memperhitungkan kemampuan finansial menjadi penyebab utama meningkatnya utang pribadi di kalangan masyarakat urban.

“Banyak orang membeli sesuatu bukan karena butuh, tapi karena ingin terlihat mampu. Akhirnya, ketika keuangan tidak cukup, mereka mengambil jalan pintas lewat pinjaman online,” ujar Asep Dahlan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Singgalang, Minggu (9/11/2025).

Asep menilai fenomena ini menjadi alarm serius karena banyak masyarakat tidak menyadari dampak jangka panjang dari perilaku keuangan yang tidak sehat. “Pinjol memang tampak mudah dan cepat, tapi bunganya sangat tinggi. Sekali terlambat bayar, beban utang akan menumpuk dan menjerat,” tegas pendiri Dahlan Consultant yang akrab disapa Kang Dahlan itu lagi.

Ia menambahkan, masalah ini bukan hanya soal penghasilan, tetapi lebih pada disiplin dalam mengatur uang. “Banyak orang dengan penghasilan tinggi pun tetap terjerat utang karena tidak punya rencana keuangan. Prinsipnya sederhana: belanja harus sesuai isi dompet, bukan gengsi,” ujarnya.

Survei & Data Terkini yang Mendukung Peringatan

Beberapa data terbaru menunjukkan bahwa peringatan Asep Dahlan bukan tanpa dasar:

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa outstanding pinjaman daring (fintech P2P lending) telah mencapai Rp 80,02 triliun per Maret 2025, tumbuh sekitar 28,72 % secara tahunan. 

Penggunaan pinjaman daring masih didominasi oleh kebutuhan konsumtif — menurut analisis, pada Februari 2025 sektor konsumsi menyumbang sekitar 71,75 % dari total penyaluran pinjaman daring. 

Kredit konsumsi perbankan juga menunjukkan pertumbuhan positif meski daya beli dikhawatirkan melemah — misalnya, pada Januari 2025 kredit konsumsi tumbuh 10,37 % yoy. 

Industri fintech P2P lending pada April 2025 outstanding-nya tercatat Rp 80,94 triliun dan tumbuh sekitar 29,01 % yoy. Risiko kredit macet (TWP90) mencatat kenaikan, yang menunjukkan keberlanjutan utang bisa menjadi beban. 

Terapkan Konsep 3P

Untuk menghindari krisis keuangan pribadi, Asep menyarankan masyarakat menerapkan konsep “3P” (Prioritaskan, Pisahkan, dan Pantau). Pertama, prioritaskan kebutuhan pokok sebelum keinginan.

Kedua, pisahkan rekening untuk kebutuhan harian, tabungan, dan dana darurat. Sedang konsep terakhir adalah pantau pengeluaran secara rutin agar tidak ada kebocoran keuangan.


“Jika sudah terlanjur punya utang pinjol, segera buat daftar prioritas pembayaran dan hindari mengambil pinjaman baru. Utang tidak akan selesai dengan menambah utang,” tandasnya.

Asep juga mendorong pemerintah dan lembaga keuangan untuk terus meningkatkan literasi finansial masyarakat melalui edukasi yang mudah dipahami, terutama di kalangan milenial dan pekerja muda.

“Literasi keuangan bukan pilihan, tapi kebutuhan. Di era digital seperti sekarang, kemudahan akses finansial harus diimbangi dengan kesadaran finansial,” tutupnya. (ry)
 
Top