KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring Gubernur Riau, Abdul Wahid dalam operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu. Sekarang ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi oleh lembaga antirasuah dimaksud.
Bersama Gubernur Abdul Wahid, juga terjaring sejumlah pejabat Provinsi Riau. Mereka sekarang sama-sama ditahan KPK.
Ada yang luar biasa pada penangkapan Abdul Wahid. Ia adalah Gubernur Riau keempat yang ditangkap KPK. Artinya, ada tiga gubernur Riau sebelumnya juga menjadi 'mangsa' KPK.
Prihatinkah kita dengan hal demikian? Ya, tentu harus prihatin, bahkan super prihatin. Sebab, jika benar kasus ini, tentu patut diduga Abdul Wahid tidak mengambil hikmah dari tiga pendahulunya. Ia jatuh lagi di lubang yang sama, di tempat para seniornya terjatuh. Kenapa bisa terjerembab di titik yang sama?
Sekadar diketahui, tiga gubernur Riau sebelumnya yang telah berurusan hukum di KPK adalah Saleh Djasit. Ia adalah Gubernur Riau 1998-2003. Saleh ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 2008 dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran Rp 4,7 miliar.
Yang kedua adalah Rusli Zainal. Ia dinyatakan sebagai tersangka korupsi proyek pembangunan venue PON dan kehutanan pada 2012. Atas kasus itu, Rusli divonis 14 tahun penjara. Ia kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) sehingga Mahkamah Agung menyunat vonis dia menjadi 10 tahun penjara.
Gubernur Riau ke tiga yang terjerat KPK adalah Annas Maamun pada 2014. Annas diduga menerima suap terkait alih fungsi hutan menjadi kebun sawit.
Dugaan korupsi Annas pun terbukti di pengadilan, lalu divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Hukuman Annas diperberat menjadi 7 tahun pada tingkat kasasi. Pada 2019, Annas mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dengan adanya tiga gubernur terdahulu yang terjerat KPK, harusnya Abdul Wahid melakukan perbaikan di mana-mana dengan menerapkan pemerintahan yang bersih. Segala bentuk yang melawan hukum harusnya dihindari, agar persepsi tentang provinsi 'langganan' KPK bisa dihapus.
Sebaliknya, Abdul Wahid 'menikam' jejak para pendahulunya. Ia kini telah resmi jadi tersangka dan ditahan KPK. Ia diduga mengancam bawahannya jika tak memberikan uang yang disebut 'jatah preman'. Benarkah? Tentu kita tunggu perjalanan kasusnya ke depan.
Sudahlah! Jangan ada lagi Gubernur Riau ke lima yang masuk bui, karena pelanggaran hukum. Ini sekaligus warning bagi seluruh kepala daerah di Indonesia, jangan main-main dengan uang rakyat. Sekecil apapun, jika itu bukan hak, jangan diambil dan jangan pula dipermainkan untuk kepentingan lain. Lurus-lurus sajalah menjadi pemimpin.
Semoga dengan menjadikan kasus Gubernur Riau itu sebagai pelajaran, tidak ada lagi kepala daerah yang berurusan dengan hukum. Dengan demikian tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Semoga! (Sawir Pribadi)