Faktual dan Berintegritas

Sidang In Dragon 


PARIAMAN -- Eli, ibunda Nia Kurnia Sari (NKS), gadis si penjaja gorengan 'mengamuk' di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Kelas IB Pariaman. Hal itu terjadi gara-gara mendengar replik (jawaban) tim penasiat hukum terdakwa Indra Septiarman alias In Dragon yang, menyebutkan bahwa anaknya telah menghilangkan narkoba jenis sabu yang dititipkan terdakwa.

Melihat dia heboh, marah-marah kepada penasihat hukum In Dragon, majelis hakim langsung memerintahkan petugas keamanan supaya membawa Eli keluar dari ruang sidang. Di luar ruangan, hingga kemudian sidang kasus pembunuhan berencana terhadap NKS itu diskors, Eli tetap heboh, meneriakkan pengacara In Dragon supaya keluar dari ruangan sidang.

Menurut Eli, anaknya, Nia Kurnia Sari yang telah dibunuh In Dragon tidak pernah kenal dengan narkoba. Nia masih sekolah, rajin shalat dan membantu orangtua. Tiap hari, sepulang sekolah dia juga berjualan, menjajakan gorengan di sepanjang kampung. "Jadi, siapa yang takkan marah, kalau anaknya dikatakan terlibat narkoba," teriak Eli.

Eli terus berteriak-teriak di luar ruang sidang. Tim penasihat hukum Indra Septiarman, Elvy Mardreani, SH terus juga membacakan nota repliknya atas duplik Jaksa Penuntut Umum (JPU). Intinya, tim penasihat hukum dari D'Lay Justice Elvy & Partners itu menyatakan bahwa mereka tidak sependapat dengan JPU yang menyebutkan bahwa kliennya, In Dragon telah terbukti melakukan pembunuhan secara berencana.

Menurut Elvy Cs, tidak satu bukti dan kesaksian pun di persidangan yang dapat menerangkan bahwa In Dragon telah melakukan tindak pembunuhan berencana, sebagaimana didakwakan jaksa. Namun, seperti  juga diakui terdakwa, yang ada hanya tindak penganiayan berat dan pemerkosaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

Jadi, jelas Elvy, niat Indra itu bukanlah untuk membunuh, melainkan memarahi Nia yang telah membuatnya kecewa. Dia kecewa karena Nia dia anggap tidak amanah, yaitu telah menghilangkan narkoba jenis sabu seberat 1,5 Kg yang dia titipkan kepada korban sebelumnya.

Sesuai pengakuan In Dragon di persidangan bahwa pada hari kejadian, tanggal 6 September 2024, terdakwa melihat korban acuh saja. Seperti tidak ada masalah. "Nah, di situ dia menaruh curiga. Di situlah muncul rasa kecewa, rasa balas dendam dan ingin memperkosanya pada saat itu," jelas Elvy.

Apa benar In Dragon telah menitipkan sabu kepada Nia, kata Elvy, itu menurut pengakuan terdakwa. Benar tidaknya, dialah yang tahu. Namun yang perlu dalam perkara itu adalah pembuktian di persidangan, apakah yang didakwakan JPU terhadap In Dragon tersebut sudah terpenuhi unsur-unsurnya atau tidak.

Selama persidagan, kata Elvy, mereka tidak menemukan adanya bukti-bukti atau kesaksian yang bisa dijadikan unsur-unsur bahwa telah terjadinya suatu tindak pembunuhan berencana oleh In Dragon, sebagai mana dakwaan jaksa.

Sekaitan itulah, tim penasihat hukum meminta majelis hakim agar membebaskan terdakwa In Dragon dari ancaman pidana mati. Namun jika majelis hakim berpendapat lain,  mereka memohon agar terdakwa dapat dihukum dengan hukuman yang seadil-adilnya.

Sementara terkait replik penasihat hukum, JPU, Hendry menyampaikan bahwa mereka tetap pada tuntutannya, yaitu menuntut In Dragon dihukum dengan hukuman pidana mati. Tuntutan itu, katanya, sudah berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, In Dragon telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 jo Pasal 285 KUHP.

Apakah majelis hakim akan memenuhi tuntutan JPU, putusannya akan dibacakan majelis hakim pada sidang lanjutan, Selasa (5/8) mendatang.  (drh)
 
Top