Faktual dan Berintegritas





BAJU bekas telah membuat buncah negeri ini dalam beberapa waktu belakangan. Persoalannya bukanlah sembarang baju bekas saja dan bukan pula yang tidak layak pakai, melainkan baju bekas yang didatangkan dari luar negeri.

Tak tanggung-tanggung, baju bekas yang diimpor dari negara asing menyita perhatian banyak pihak. Tak hanya karena baju tersebut banyak diminati, melainkan karena menteri dan presiden ikut berbicara tentang bisnis ini. Lebih spesifik lagi, Presiden Joko Widodo agak geram dengan maraknya impor baju bekas dimaksud.

Jokowi memandang bisnis baju bekas mengganggu industri tekstil dalam negeri. Karena itu, ia mengimbau masyarakat menyetop kegiatan impor pakaian bekas.

Larangan impor baju bekas itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Lebih dari itu, Jokowi mengaku telah memerintahkan aparat penegak hukum maupun pihak terkait untuk memberantas praktik impor baju bekas tersebut. "Jadi yang namanya impor pakaian bekas, setop. Mengganggu, sangat mengganggu industri dalam negeri kita," kata Jokowi beberapa hari lalu.

Kegeraman  Presiden Jokowi itu dijawab oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dengan memusnahkan 730 bal pakaian, sepatu, dan tas bekas yang diduga asal impor. Tak tanggung-tanggung,  pakaian hingga sepatubekas itu diperkirakan nilainya mencapai Rp 10 miliar. Luar biasa!
Pemusnahan dilakukan secara simbolis di Terminal Tipe A Bandar Raya Payung Sekaki di Pekanbaru, Riau, Jumat (17/3) kemarin. Menurut Zulhas, pemusnahan itu sebagai respons dan salah satu tanggung jawab Kemendag atas semakin maraknya perdagangan pakaian bekas, alas kaki, dan tas asal impor yang tidak sesuai ketentuan.
Ada hal yang perlu menjadi pikiran bagi kita semua, benarkah impor pakaian bekas mempengaruhi industri tekstil tanah air? Sudah sejauh mana penelitian dilakukan untuk ini?

Sebab, bicara impor hingga jualan pakaian bekas, bukan hanya sekarang atau hari ini. Sudah sangat lama bisnis pakaian bekas ini ditekuni oleh masyarakat. Di Pasar Senen, Jakarta misalnya banyak ditemukan pedagang pakaian bekas, di antaranya ada yang didatangkan dari luar negeri.

Lalu, apa periuk nasi masyarakat seperti itu akan kita telungkupkan begitu saja? Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama. Jika memang impor baju bekas disetop, tentu ada solusi bagi pedagang. Jika tidak, dengan apa mereka mendayung bahtera kehidupan mereka?

Artinya benar, jika memang harus dihentikan bisnis pakaian bekas, jangan sampai membunuh masyarakat yang selama ini punya mata pencarian dengan jualan itu. Carikan mereka solusi.  (Sawir Pribadi)

 
Top