SITINJAU Lauik macet. Mobilitas masyarakat terganggu. Arus kebutuhan pokok tersendat. Caci maki mengketutus di media sosial.
Sitinjau Lauik macet sebenarnya bukanlah masalah baru. Selama ini juga hampir tiap hari terjadi kemacetan lalu lintas di sana. Setiap ada macet, pasti ada umpatan dan selemah-lemah kesabaran, ada keluhan di media sosial.
Kemarin, hari ini dan esok pun Sitinjau Lauik akan tetap macet. Apalagi sejak beberapa hari terakhir, akses ke luar Kota Padang hanya Sitinjau Lauik satu-satunya.
Masyarakat Bukittinggi, Agam, Limapuluh Kota, Payakumbuh, Tanah Datar atau Pekanbaru sekalipun yang biasanya lewat Lembah Anai, sekarang harus melintasi Sitinjau Lauik. Karena jalan Nasional di kawasan Lembah Anai sedang dalam pengerjaan pasca banjir bandang akhir November kemarin.
Berbagai solusi ditawarkan oleh masyarakat agar Sitinjau Lauik tidak macet, namun tidak pernah mangkus. Entah dipakai tawaran masyarakat itu entah tidak, tak pula tahu kita. Yang pasti macet kian panjang. Bayangkan, ketika ada yang tak mau menahan diri, kemacetan Sitinjau bisa sampai ke kawasan Arosuka, Kabupaten Solok. Begitu benarlah!
Sebetulnya, biang atau penyebab kemacetan itu hanya satu, yakni truk yang mogok di tanjakan. Ketika ada truk mogok atau mengalami accident, di Sitinjau Lauik, maka yakinlah kemacetan akan terjadi.
Kenapa truk mogok? Jawabnya lantaran muatan yang begitu berat, melebihi tonase. Lihatlah, rata-rata yang mogok atau yang mengalami kecelakaan di tanjakan itu pasti truk bermuatan berat. Jarang sekali truk bermuatan ringan.
Kita yakin, pihak-pihak terkait sudah mengetahui yang menjadi biang kemacetan itu, namun kenapa terkesan tidak mau membatasi muatan truk yang akan melewati Sitinjau Lauik? Buktinya itu, truk-truk berat tetap saja merangkak laksana siput naik Sitinjau Lauik, hingga kehabisan napas. Mogok!
Ketika ada truk mogok, pengendara lain banyak yang tidak sabaran. Mereka terus menyusup di setiap celah. Akibatnya terjadilah kemacetan total. Banyak yang bagaikan orang tagageh, tanpa pertimbangan orang lain yang juga punya kepentingan. Akibatnya sama-sama tak bergerak. Maka wajar Padang-Solok yang hanya 50 kilometer lebih, bisa menghabiskan perjalanan 4 hingga 5 jam.
Terkait itu, kepada pihak-pihak berkompeten, jika ingin kemacetan Sitinjau Lauik tidak terlalu parah, cobalah batasi muatan truk, baik yang akan menanjak maupun turun. Setidaknya, pembatasan muatan tersebut diberlakukan selama jalur Padang-Bukittinggi belum pulih. Membatasi jam operasional truk sebagaimana sekarang tidak bisa maksimal.
Selain itu, tak kalah pentingnya adalah penempatan petugas di Sitinjau Lauik. Pengendara yang tidak tertib harus ditindak secara tegas. Jika perlu sidang di tempat.
Agaknya dengan cara pembatasan muatan truk itulah kemacetan Sitinjau Lauik bisa dieleminir. Kasihan masyarakat yang punya urusan teramat penting jadi tertunda. Yang mau berobat ke rumah sakit, malah penyakitnya kian parah dan yang akan ke bandara menjadi telat. (Sawir Pribadi)