Faktual dan Berintegritas


Sejak Rabu siang hingga tadi malam publik Tanah Air masih juga dihebohkan oleh ‘asbak terbang’ di ruang siding DPRD Kabupaten Solok. Hampir semua media nasional memberitakan peristiwa itu. Kalau media lokal jangan tanya lagi, semuanya menjadikannya berita utama.

Di media sosial, sebagian netizen masih juga menyinggung soal itu. Begitu pula pembicaraan di grup-grup percakapan WhatsApp, belum hilang. Pokoknya, kejadian itu membuat Kabupaten Solok jadi trending topic sejak siang Rabu itu.

Sekadar menyegarkan memori, semasa Kabupaten Solok dipimpin Bupati Gamawan Fauzi dengan motto ‘Jadi Kabupaten Terbaik dari yang Baik’, Kabupaten Solok juga sering menjadi buah bibir masyarakat nasional. Banyak daerah lain di Nusantara yang melakukan studi banding ke daerah tersebut. Hal itu jelas kebanggaan tersendiri bagi pemerintah Kabupaten Solok dan masyarakatnya sekalian. Bahkan, Sumbar secara umum dibuat bangga dan itu pulalah agaknya yang memuluskan perjalanan seorang Gamawan Fauzi menjadi gubernur Sumbar hingga berakhir di jabatan Menteri Dalam Negeri.

Sekarang Kabupaten Solok kembali jadi buah bibir masyarakat Indonesia. Bukan karena prestasi, tapi karena sikap dan prilaku wakil rakyatnya yang ricuh di ruangan sidang. Tak hanya ricuh suara, tetapi sudah main lempar asbak rokok, naik meja dan lainnya. Ketahuanlah sekarang bahwa sebagian anggota dewan di Kabupaten Solok perokok atau bahkan merokok di ruang sidang. Buktinya itu, ada asbak di meja.

Kita tidak hendak menvonis anggota dewan itu kurang bagus, tapi kita hanya ingin mengatakan bahwa apa yang dilakukan anggota DPRD Kabupaten Solok kemarin itu kurang elok, mesti dijadikan pelajaran untuk tidak melakukan hal yang sama. Kita yakin, setiap orang punya emosional, tapi bagaimana memposisikan diri dan sikap emosional itulah yang terpenting.

Ada 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, maka sebanyak itu pula lembaga legislatifnya, ditambah 1 di provinsi. Artinya ada 20 DPRD di Sumatera Barat dengan anggota masing-masingnya puluhan orang, maka sebanyak itu pula fiil, perangai, tabiat, kebiasaan, watak dan segala macamnya. Ketika ia diikat dengan logo daerah di dada, maka saat itu pula harus menyadari diri bahwa yang dijunjung adalah daerah, bukan lagi sebatas pribadi dan bukan pula keluarga, suku dan kampung.

Ingat sebagai anggota DPRD, di dada tuan-tuan sudah tersisipkan sapaan ‘yang terhormat’. Sebagai orang-orang yang terhormat, tentu harus pula bersikap dan berprilaku sebagai orang terhormat. Walau latar belakang sebelum menjadi anggota dewan beragam, tapi sejak disumpah, maka haruslah menjadi orang yang bisa diteladani oleh masyaralat yang diwakili. Jika sikap masih seperti masa lalu, maka itu akan mengecewakan masyarakat yang diwakili.

Oleh karena itu, marilah jadikan peistiwa ‘asbak terbang’ di Kabupaten Solok itu sebagai bahan evaluasi untuk seluruh anggota DPRD, baik anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. Janganlah bersikap dan bertindak seperti preman atau seperti orang-orang tidak berpendidikan, apalagi seperti kanak-kanak sebagaimana istilah mantan Presiden Abdurrahman Wahid, tapi bertindak dan bersikaplah sebagaimana seorang wakil yang bisa ditumpang oleh masyarakat.

Soal beda pendapat, itu adalah hal lumrah. Demokrasi itu akan hidup jika ada beda pendapat. Maka mari memenej sikap masing-masing dalam perbedaan pendapat tersebut.

Berharap kita apa yang terjadi di gedung rakyat Kabupaten Solok itu adalah yang terakhir dan tidak terjadi pula di daerah lain. Semoga! (Sawir Pribadi)

 
Top