Faktual dan Berintegritas


PADANG -- Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat menemukan 900 lebih ijazah setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Bukittinggi,  masih 'parkir'  di sekolah alias tidak diberikan kepada para lulusan. Hal itu terjadi karena dugaan adanya pungutan atau penyebab lain. 

Fakta itu ditemukan saat lembaga pengawas pelayanan publik ini melakukan sidak dan monitoring ke SMKN 1 dan SMAN 1 di Kota Bukittinggi, Kamis (20/11). Diperkirakan kasus seperti itu juga terjadi di berbagai sekolah lainnya.

"Kita menemukan 900 lebih ijazah yang belum diambil oleh pemiliknya," ujar Ketua Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi kepada wartawan di Bukittinggi.

Menurut Adel, temuan terbanyak itu di SMKN 1, ada 900-an. Sementara di SMAN 1 hanya 27 ijazah. Ini, tentu belum termasuk lagi pada SMA sederajat lainnya di Bukittinggi atau di Sumbar.

Ijazah yang tertahan di sekolah itu, cukup beragam tahun lulusannya. Ada yang lulusan 2023 lalu, ada pula yang sudah bertahun-tahun lamanya.

Dijelaskannya, sidak yang dilakukan itu merupakan tindak lanjut atas imbauan yang telah disampaikan sebelumnya kepada seluruh sekolah di jajaran Dinas Pendidikan Sumbar. Katanya, ini untuk memastikan sekolah mengumumkan secara terbuka kepada para alumni untuk mengambil ijazah mereka tanpa dibebani pungutan atau transaksi apa pun.

Ia menduga banyak ijazah itu bertahun-tahun belum diambil karena mereka dibebani dengan pungutan atau transaksi lainnya.

Ombudsman menegaskan bahwa penahanan ijazah karena adanya tunggakan biaya atau pungutan adalah pelanggaran terhadap kebijakan pendidikan yang melarang penahanan dokumen kelulusan siswa dengan alasan apa pun.

Regulasi jelas, peraturan yang berlaku menegaskan bahwa satuan pendidikan, terutama sekolah negeri, tidak diperkenankan menahan ijazah siswa yang sudah lulus. “Karena itu, sekolah diwajibkan untuk transparan dan memfasilitasi alumni agar dapat mengambil ijazah mereka tanpa hambatan finansial,” sebut Adel.

Sidak dan monitoring ini menjadi penekanan serius dari Ombudsman Sumbar agar sekolah mematuhi aturan dan menghindari praktik-praktik yang memberatkan alumni, demi kelancaran mereka dalam melanjutkan pendidikan atau mencari pekerjaan.

Menurut Adel, langkah tegas ini diambil setelah adanya dugaan kuat bahwa praktik pungutan liar dalam pengambilan ijazah masih marak, yang menyebabkan dokumen penting tersebut menumpuk dan tak bisa diambil oleh pemiliknya. 

Ombudsman berharap, dengan adanya sidak ini, sekolah segera mengambil tindakan korektif dan menghentikan segala bentuk pungutan yang tidak sesuai aturan terkait pengambilan ijazah.

Menyikapi masih banyak ijazah yang belum diambil, Ombudsman kembali meminta sekolah tersebut untuk  mengumumkan kembali secara terbuka dengan menekankan tidak ada pungutan atau biaya yang dibebankan kepada pemilik ijazah tersebut. “Sebab kita melihat sekolah memang sudah mengumumkan, namun ada yang dinilai tidak sepenuh hati. Seperti di SMAN 1 Bukittinggi yang tidak mengumumkan secara keselurhan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala SMKN 1 Bukittinggi, Gustian Budianto sebagaimana dikutip Surat Kabar Singgalang mengatakan bahwa pihaknya sudah menindaklanjuti saran dari Ombudsman itu. Bahkan sebelum adanya imbauan dari Ombudsman pihaknya sudah mengumumkan di media sosial alumni, dan media sosial sekolah agar mengambil ijazah tanpa dibebankan biaya apapun. "Namun kenyataanya, masih banyak di antara mereka yang belum mengambil ijazah tersebut," tegasnya.

Kepala SMAN 1 Bukittinggi melalui Humasnya Anggel juga menyatakan akan segara mengumumkan kembali kepada alumninya. 

Dia memastikan sekolah akan segera mengumumkan kembali kepada seluruh alumni yang belum mengambil ijazah agar dapat segera mengambilnya. (ag/sgl)
 
Top