Faktual dan Berintegritas

 

Guspardi Gaus 

JAKARTA, Swapena - Pengaturan penerimaan Aparat Sipil Negara (ASN) yang tidak bersamaan dengan proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan pesiden (Pilpres), diharapkan akan mampu mengurangi politisasi birokrasi.

Demikian dikemukakan Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus dalam Forum Leagislasi menyoal "Poin Penting RUU ASN" bersama Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ibnu Multazam dan Ketua Umum DPN Korp Pegawai Negeri Indonesia (Korpri), Zudan Arif Fakrulloh di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/4/2021).

Guspardi mengakui selama ini politisasi birokrasi menjadi kendala dalam menciptalan ASN yang profesional karena pengangkatan mereka sarat dengan kepentingan politik. Dia mengatakan tidak jarang pejabat tingkat pusat maupun daerah memperbanyak penerimaan pegawai dengan memamfaatkan situasi politik terutama saat menjelang pemilu. "Saya setuju pengaturan timing penerimaan ASN yang tidak berkaitan dengan pemilihan umum agar tidak dimamfaatkan untuk kepentingan politik," katanya.

Politisi PAN itu menambahakn akibat politisasi birokrasi, tidak jarang ASN ditempatkan tidak pada bidang keahliannya selain diterima tidak sesuai dengan kebutuhan. Dia mencontohkan ada Sarjana Peternakan yang karirnya melejit cepat karena menjadi tim sukses sehingga bisa menjadi Kepala Dinas Perhubungan Provinsi.

Pada bagian lain dia juga mengusulkan agar pegawai fungsional diperbanyak dengan mengurangi pegawai eselon karena saat ini hampir sepertiga dari ASN merupakan pegawai administratif. "Padahal, pada era digital government fungsi administrasi seharusnya sudah bisa dikurangi agar terjadi efisiensi anggaran pegawai negeri," katanya.

Sementara itu, Ketua Baleg Ibnu Multazam mengatakan revisi Undang-undang ASN sudah sejak lama digagas dan bahkan sudah masuk paripurna menjadi inisiatif DPR. Akan tetapi ada kesan pemerintah tidak serius untuk membahasnya yang dibuktikan dengan belum dikirimnya daftar inventarisir masalah (DIM). "Ini yang menjadi catatan kami bersama. Pemerintah memang memberi amanat untuk membahas, tetapi tidak diikuti DIM versi pemerintah," katanya.

Dia mengatakan sikap pemerintah tersebut menunjukkan seolah-olah inisiatif DPR itu dianggap sesuatu yang tidak penting seperti revisi UU ASN. Padahal, ada norma-norma yang penting yang harus dibahas seperti bagaimana ASN ke depan ini profesional dengan menghilangkan pejabat struktural di Eselon 3 dan Eselon 4, katanya. Begitu juga dengan bagaimana tentang mengisi kekosongan ASN yang pensiun.

Sedang Zudan Arif Fakrulloh mengatakan bahwa rancangan/revisi UU ASN diharapkan dapat mewujudkan ASN yang profesional, netral dan sejahtera. Termasuk, menjadi layanan publik yang baik dan sebagai perekat NKRI. "Arah politik hukumnya tujuan UU ASN dibentuk ini adalah untuk bisa mewujudkan ASN yang profesional, netral, sejahtera mampu menjadi layanan publik yang baik dan, menjadi perekat NKRI, itulah cita-cita besar di UU ASN yang kita buat hampir satu tahun yang lalu yang kita rumuskan di DPR," kata Zudan.

Dalam perfektif kebijakan publik, menurut Zudan yang juga menjabat Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) ini, setiap kebijakan itu harus dilakukan evaluasi, apakah tujuan yang hendak diwujudkan itu, semala 7 tahun ini sudah bisa terwujud. Kalau sudah terwujud, sambung dia, berapa nilainya, 100, 90, 80 dan seterusnya, maka UU ini harus dilakukan evaluasi.

"Evaluasinya, pertama untuk melihat, apakah praktek birokrasi saat ini sesuai dengan undang-undang ASN, sistem meritnya misalnya, reformasi birokrasinya, penempatan seseorang dalam jabatan sesuai dengan kompetensi atau tidak," urainya.

Yang kedua, lanjut dia, mengenai norma yang ada, apakah masih sesuai dengan perkembangan atau tidak, misalnya waktu tahun 2013, kita membentuk undang-undang itu tidak pernah terpikir ada pandemi.

"Dulu ASN tidak masuk kantor kena sanksi, sekarang masuk kantor kena sanksi. Jadi situasinya terbalik, tidak terpikir sama sekali dan di undang-undang itu tidak ada. Jadi ini ada norma baru yang harus di insert dan dari evaluasi ini ada norma yang tidak sesuai dengan perkembangan, karena pandemi ini bisa sampai tahun depan, bisa tahun depannya lagi, kita belum tahu," pungkasnya. (ry)

 
Top