KEPALA Badan Pusat Statistik (BPS) RI, Amalia Adininggar Widyasanti menyebut, e-commerce atau belanja online mendominasi sebagai kanal utama berbelanja gen z. Tak tanggung-tanggung, persentasenya mencapai 66,09 persen.
Pernyataan itu disampaikannya ketika mengisi kuliah umum di Universitas Andalas (Unand), Padang, Rabu (24/9) lalu. Ia menyebut, gen z berbelanja secara online paling banyak skincare dan bodycare. Setelah itu baju dan makanan. Sementara itu, generasi milenial lebih dominan pada pembelian produk-produk kebutuhan rumah tangga.
Ini adalah kemajuan teknologi yang mau tidak mau harus dihadapi. Jika tidak, maka akan tergilas sendiri, lalu hidup bagai kebingungan.
Belanja online sebenarnya tidak hanya dilakoni gen z dan generasi milenial. Tapi hampir semua orang. Hanya saja dua generasi itu lebih mendominasi dan tentu saja lebih menguasai teknologi yang ada pada ponsel atau telepon seluler canggih di genggaman masing-masing.
Masyarakat yang berbelanja online memiliki banyak alasan, di antaranya malas repot ke supermarket, mal, swalayan atau ke pasar. Repot lantaran ada macet, butuh waktu dan lain sebagainya. Sedangkan belanja online, semua itu tidak ada. Duduk santai di rumah atau sambil beraktifitas, belanjaan datang.
Sebenarnya, belanja online berdampak besar terhadap banyak hal. Dengan ketersediaan berbagai kebutuhan hidup secara online, kurir menjadi hidup. Banyak perusahaan cargo yang berdiri hingga jasa kurir atau pengantar barang. Semuanya pakai tenaga kerja.
Sebaliknya, belanja online telah mengancam penjualan offline. Supermarket dan pasar-pasar menjadi sepi, toko banyak yang tutup, bahkan banyak yang memajang merek 'disewakan' hingga 'dijual'. Para pemilik toko tak mampu lagi membayar gaji karyawan, membayar listrik, air hingga pajak. Karena itu, mereka memilih melego toko yang selama ini sebagai ladang rezeki.
Di suatu sisi kita miris melihat sejumlah kawasan pertokoan. Setiap hari nyaris tak ada transaksi. Sebaliknya, masyarakat harus mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi sehingga belanja tidak terbatas produk dalam negeri. Dengan belanja online masyarakat bisa mencari barang hingga luar negeri. Artinya dengan belanja online, tidak harus berkunjung ke luar negeri.
Bagi pemilik toko atau pengusaha yang bisa membaca realita demikian, mereka pun mengikutinya. Di samping ada penjualan secara offline, juga melakukan penjualan secara online.
Pertanyaannya, dengan kondisi seperti itu, apakah suatu saat supermarket menjadi kosong melompong, pasar bagai rimba belantara dan toko-toko melapuk? Entahlah! Yang pasti saat ini supermarket atau mal mulai beralih dari pusat perbelanjaan menjadi pusat gaya hidup.
Banyak supermarket atau mal saat ini menyediakan space yang besar untuk aktivitas makan dan minum seperti restoran, kafe dan sejenisnya. Kita berharap supermarket, mal, swalayan dan pasar tetap bergairah memompa darah ekonomi masyarakat. Semoga! (Sawir Pribadi)