Faktual dan Berintegritas


HARI itu, Rabu 30 September 2009. Aktivitas di lantai 3 Gedung Harian Singgalang, Jalan Veteran Kota Padang berjalan seperti biasa. Sore selepas Ashar biasanya kesibukan hampir mencapai puncak.

Namanya kerja di media surat kabar, jam-jam segitu antara sibuk, lapar dan stress beraduk menjadi satu. Sebab, semua harus kelar sesuai deadline.

Sekitar pukul 17.15, tiba-tiba bumi bergetar. Gedung itu pun bergoyang hebat dan bergemuruh. "Gempa!"

Manusia yang belasan orang tadi melompat dari tempat kerja mencari pintu dalam gelap. Maklum saat bersamaan listrik juga padam. Tujuannya hanya satu, bagaimana bisa cepat sampai di lantai dasar dan halaman parkir. Tak peduli lagi Hp, tas kerja dan kamera yang tinggal, kaki yang tak beralas. 

Gempa hebat itu melupakan barang-barang berharga. Sebab, nyawa jauh lebih berharga.

Tangga yang awalnya lapang tiba-tiba menjadi sempit. Semua berebutan sambil berlari. Bahkan ada yang sampai terdudu dan tersungkur. Rasa sakit karena terinjak teman tak lagi terasa. Yang dalam pangana cuma satu, yaitu selamat sekiranya gedung itu ambruk.


Begitulah ketika gempa dengan kekuatan 7,9 SR mengguncang Kota Padang. Kota yang awalnya kokoh tiba-tiba bagai botol kaca dihempaskan ke batu. Ada yang menyebut laksana rambai dihempaskan. Berderai!

Gedung-gedung ambruk rata dengan tanah, orang-orang panik luar biasa. Pekik, jerit dan tangis menggema pada langit yang lembab dan jalan yang basah, karena gempa diiringi hujan gerimis. Orang-orang berlari menuju satu titik, yaitu kawasan By Pass di timur kota. Sebab hanya daerah itu yang dianggap aman dari ancaman gelombang tsunami. Jerit tangis yang membahana minta tolong dari puing dan reruntuhan bangunan tak lagi dihiraukan. Asap hitam mengepul dari sejumlah titik lantaran gedung yang terbakar. Rasa kemanusiaan seketika itu raib.

Jalanan yang awalnya tidak begitu ramai menjelang magrib itu macet luar biasa, hingga tak bergerak. Dari Jalan Veteran ke By Pass yang biasanya ditempuh sekitar 20 menit, ketika itu menjadi 4 jam lebih. Semua ingin cepat sampai di titik aman. Semua takut akan ancaman gelombang tsunami sebagaimana terjadi di Aceh sebelumnya.

Suasana tambah kacau dan panik lantaran gempa susulan cukup kuat masih terasa. Listrik padam, jaringan selular hilang. Secanggih apapun Hp saat itu tak bisa dipakai. Bahkan sampai habis baterai juga tak bisa digunakan. Bagaimana mau mengetahui nasib keluarga dan sanak saudara. Tak bisa!

Itulah gempa hebat yang terjadi Rabu, 30 September 2009 lalu. Gempa yang telah meluluh lantakkan Kota Padang dan sebagian daerah lain di Sumatera itu menelan korban jiwa 1.117 orang dan ratusan ribu bangunan hancur.

Hari ini, juga Rabu, 30 September 2020, peristiwa itu kembali segar dan tak akan pernah lupa atau terlupakan. Yaa, Allah jauhkan negeri ini dari marabahaya dan bencana. (Sawir Pribadi)



 
Top