Faktual dan Berintegritas

 


PADANG, SWAPENA -- Reihan Syaqib (2) putra pasangan Safitri dan Ridho Junaidi mengidap penyakit kelenjer getah bening. Karena penyakit tesebut, anak malang itu kini tinggal kulit pembalut tulang dan tidak bisa beraktifitas seperti anak seumurannya.

Di tengah-tengah komplek kuburan Batuang Taba, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang menyimpan penderitaan seorang batita (bawah tiga tahun). Dua unit rumah semi permanen tampak terasing. Rumah itu dikelilingi batu nisan dari kuburan.

Rumah itu ditinggali, pasangan Egidia Safitri dan Ridho Junaidi. Rumah itu adalah peninggalan orang tua Safitri, ditempati sejak mereka menikah.

Sangat sederhana, dinding tembok dan atap yang tak rata. Di dalam rumah nyaris tidak ada perabotan. Tidak ada tivi, kulkas dan kursi tamu sekalipun. Mereka hidup seadanya.

Di ruang tengah, tampak Reihan tergeletak lemas. Tubuhnya tak banyak bergerak. Tubuhnya benar-benar ringkih, tak bertenaga. Sorot matanya yang kosong menerawang. Sesekali mengerinyitkan dahinya pada ibunya yang berada di samping.

Sesekali ketika Reihan menarik nafas, nampak jejeran tulang-tulang menonjol di seluruh tubuh, terutama tulang dadanya. Itu tanda dia sedang menahan sakit yang sedang dideritanya. Dia sulit tidur, apalagi makan.

Jika rasa sakit datang, Reihan hanya bisa menangis dan mengeluarkan air mata. Namun dia tidak bisa melepaskan rasa sakit itu, apalagi untuk mengutarakannya kepada sang ibu.

Kesulitan Biaya

Hidup keluarga ini bergantung dengan penghasilan Ridho, sebagai kepala keluarga. Karena hanya mengandalkan menjadi buruh bongkar muat di kawasan Teluk Bayur, membuat mereka selalu kesulitan biaya. Jika beruntung, Rido bisa membawa uang Rp50 ribu perhari, jika tidak sudah pasti tidak penghasilan apa-apa.

"Namanya buruh angkut. Kalau ada truk pupuk yang masuk gudang ada uang. Itu tak banyak. Tapi, kalau tidak ada truk yang masuk, pasti tidak dapat apa-apa. Selama ini kami bisa cukup makan," sebut Safitri, Rabu (16/3).

Ridho tidak hanya bekerja membongkar pada satu gudang, namun berupaya mencari gudang lainnya asal ada yang dibongkar. Kadang gudang dekat dengan rumahnya di kawasan Batuang Taba, Lubuk Begalung. Kadang harus sampai gudang-gudang dekat Pelabuhan Teluk Bayur. "Biasanya tidak satu gudang, bisa pada gudang-gudang ada sepanjang jalan By Pass," sebutnya.

Diakuinya, pendapatan rata-rata suaminya berkisar Rp30 ribu hingga Rp50 ribu sehari. Jumlah itu jelas berat untuk memenuhi kebutuhannya dengan tiga orang anak.

Ia bercerita, pada awal 2021 lalu, anaknya yang ketiga Reihan Syaqib saat itu masih berumur satu tahun lebih tiba-tiba mengalami demam tinggi. Semula dia mengira itu adalah penyakit yang biasa diderita anak-anak bawah tiga tahun. Biasanya anak-anak seumur itu sering mengalami demam.

Namun apa yang dialami Reihan berbeda dengan kakak-kakanya. Demamnya tak reda-reda. Akhirnya dibawa berobat pada bidan. Bidan kemudian menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit.

"Karena saran bidan harus dibawa ke rumah sakit, kami bawa. Ternyata harus dirawat. Kartu BPJS kami saat itu tidak aktif. Akhirnya dirawat dengan biaya umum. Beberapa hari dirawat tidak ada perubahan, sementara biaya berobat sudah mencapai Rp7 juta lebih," ujarnya.

Karena pendapatan suaminya hanya buruh angkat, uang Rp7 juta sangatlah besar bagi mereka. Akhirnya Reihan Syaqib dibawa pulang. Setelah itu, beratnya masih normal, kian hari makin turun. Hingga akhirnya terus mengecil.

Agar bisa membawa berobat lagi, Safitri memutuskan untuk mengaktifkan kartu BPJS yang sudah lama menunggak. Hasilnya, mereka harus membayar Rp10 juta lebih untuk melunasi tagihan pokok beserta dendanya.

Dengan kebutuhan itu, akhirnya mereka memutuskan untuk menjual semua barang-barang yang ada di rumah. Mulai dari motor, tivi, kulkas hingga kursi. Itulah makanya sekarang keluarga itu tidak punya apa-apa di rumah tersebut.

"Pertama dijual itu motor, kami dapat uang Rp10 juta, dibayarkan untuk pokok angsuran BPJS," kenangnya.

Kemudian, anaknya hanya bisa mendapatkan asupan susu khusus. Harganya Rp30 ribu/kotak. Mereka membutuhkan susu itu sebanyak tiga kotak setiap hari. Karena hanya itu yang bisa dikonsumsi anaknya.

Jika dilihat di link, halodoc.com susu yang dikonsumsi Reihan adalah formula padat nutrisi untuk keperluan medis khusus pada anak usia 1-12 tahun. Minuman ini diformulasikan khusus untuk membantu anak mencapai berat badan ideal.

Produk tersebut mengandung kalori yang tinggi serat pangan MF6 (Multi Fiber 6) untuk membantu memelihara kesehatan saluran cerna anak, serta dilengkapi dengan protein, kalsium, vitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

Selain itu, produk susu dimaksud tidak mengandung laktosa, sehingga dapat digunakan oleh anak yang mengalami intoleransi laktosa. Pemakaian produk ini harus di bawah pengawasan Dokter.

"Harganya mahal, sekarang berat anak saya sudah naik dua on, dari sebelumnya hanya 3 kilogram," katanya.

Karena kebutuhan susu yang mahal, akhirnya mereka menjual semua barang-barang yang ada di rumah tersebut.

Kini, Safitri mulai kesulitan memenuhi kebutuhan anaknya. Sementara BPJS baru aktif pada Mei 2022, sedang kebutuhan berobat harus tetap berjalan.

Baru-baru ini Safitri sudah mencoba meminta bantuan pada Baznas Kota Padang. Mereka ada diberikan bantuan untuk pembeli susu, itu belum mencukupi. Dia juga meminta bantuan Baznas Provinsi Sumbar, tapi belum dibantu.

Untuk itu, Safitri berharap ada perhatian untuk membantu anaknya yang selalu menahan sakit dan terlalu berat bagi anak seumuran itu. Karenanya dia ingin segera dapat mengobati anaknya.

"Saya sangat berharap bisa membawanya berobat, tapi BPJS baru bisa aktif pada Mei nanti. Sekarang kebutuhan sangat banyak, belum lagi kakaknya. Sementara pendapatan kami hanya Rp30 ribu perhari,"ujarnya lagi. (ys/sgl)

 
Top