Faktual dan Berintegritas


ISTILAH yang satu ini amat menggelitik. Lelang jabatan.

Dalam kehidupan sehari-hari, lelang identik dengan tawar menawar. Misalnya, pada sejumlah  daerah di Sumatera Barat ada namanya lelang kue pada saat pasar malam. Caranya, kue ditawar mulai dari harga terendah yang disebut harga pembuka. Setelah itu ada tawaran dengan grafik naik. Siapa yang menawar dengan harga tertinggi, maka dialah yang berhak mendapatkan kue tersebut.

Selain kue, ada juga lelang singgang ayam. Polanya sama, dimulai dari harga terendah sampai harga tertinggi.

Secara nasional ada namanya lelang barang sitaan atau barang-barang rampasan negara. KPK pernah beberapa kali melakukan lelang barang-barang sitaan negara. Siapa yang menawar tertinggi, maka dialah pemenang lelang.

Apakah lelang jabatan juga identik atau sama dengan itu? Entahlah! Hanya pelaksana dan peserta lelanglah yang mengetahui sesungguhnya.

Beberapa hari lalu, Bupati Probolinggo, Jawa Timur Puput Tantriana Sari ditangkap KPK, karena diduga menerima suap dari para calon kepala desa di kabupaten itu. Nilai suapnya bervariasi, namun tidak ada yang ratusan ribu dan juga tidak sejuta dua juta satu orang, melainkan di atas itu. Apakah ini semacam lelang juga? Sekali lagi, entahlah!

Lalu, kenapa musti istilahnya lelang jabatan? Tidakkah ada istilah lain yang pas untuk menggantikan, sistem, cara atau mekanisme untuk mencari pejabat di lingkungan pemerintah daerah? Setidaknya untuk sekadar mengganti istilah lelang itu saja.

Rasanya terlalu 'berbau materi' istilah demikian. Terlepas dari ada tidaknya 'sangu', 'parengke' atau uang untuk pengisian jabatan di suatu posisi, yang jelas istilah lelang identik dengan tawar menawar.

Uji kompetensi adalah salah satu istilah yang bisa menggantikan lelang jabatan. Para calon yang diincar untuk menduduki suatu jabatan diuji kemampuan mereka, mulai dari kemampuan memimpin, kemampuan mengambil keputusan, kepatuhan kepada undang-undang atau peraturan, loyalitas kepada pimpinan, cara melayani masyarakat, termasuk visi dan misi yang bersangkutan sekira dipercaya sebagai pimpinan.

Oo, lelang jabatan itu ada dasarnya. Ada aturannya! Pasti, semuanya memang ada dasar dan aturannya. Bukankah di negara ini banyak aturan? Sedangkan sudah banyak aturan, lah banyak juga yang melanggar, apalagi tidak pakai aturan.

Lelang jabatan diatur Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang tersebut terdapat ketentuan perihal wewenang kepala daerah untuk menentukan struktur Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD) dan pengisian jabatannya.

Sekali lagi, benar! Tapi, setidaknya mari mencoba mengurangi konotasi dan interpretasi kurang baik pada kelompok kata lelang jabatan tersebut. Karena seperti dikatakan di atas, lelang itu konotasinya tawar menawar harga.

Kan kepala daerah tidak ada minta uang, apalagi memasang harga terkait lelang jabatan. Iya, boleh-boleh saja. Kepala daerah memang tidak boleh menerima sesuatu yang patut diduga berhubungan dengan jabatan. Kepala daerah dilarang menerima gratifikasi. Ini sudah final!

Tapi, bisa saja ada oknum yang 'bermain' untuk suatu jabatan yang dilelang. Oknum-oknum yang 'bermain' tersebut mungkin saja bergerak di bawah tanah dengan menghubungi orang-orang tertentu, lalu melancarkan negosiasi, buka harga dan seterusnya.

Oleh karena itu, alangkah baiknya pemerintah menghindari istilah lelang jabatan untuk pengisian jabatan tertentu. Gunakanlah istilah lain seperti uji kompetensi, uji kemampuan atau kalau mau memakai istilah asing yang katanya lebih keren, pakailah fit and proper test dan lain sebagainya. (SAWIR PRIBADI )

 
Top