Faktual dan Berintegritas


PADANG, SWAPENA -- Direktorat Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan membangun 25 pintu perlintasan dan 53 Early Warning System (EWS) di sejumlah titik perlintasan di Sumatera Barat. Hal ini demi menyikapi tingginya angka kecelakaan di perlintasan kereta api (KA) di daerah ini.

Dinas Perhubungan (Dishub) Sumatra Barat mencatat hingga Oktober 2021 telah terjadi 41 kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api (KA). Angka ini menurut Direktur Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub, Edi Nursalam terbilang tinggi bila dibandingkan dengan jumlah perjalanan kereta api di daerah ini. "Kalau bilang tinggi sekali, ya tidak, tapi bila dibandingkan dengan angka perjalanan kereta api ini tinggi," katanya usai membuka kegiatan Rapat Koordinasi Rencana Gerakan Nasional Keselamatan Perkeretaapian di Aula Kantor Gubernur Sumbar, Kamis (2/12).

Edi Nursalam mengatakan,  untuk menciptakan keselamatan di perlintasan KA, penutupan perlintasan liar yang tidak dijaga merupakan suatu keharusan. Biarpun begitu, ada beberapa titik perlintasan liar yang sudah menjadi jalan akses utama masyarakat, sehingga tidak lagi memungkinkan untuk ditutup. 

Untuk mengatasi hal inilah perlu dibangun pintu perlintasan baru.m, termasuk memasang EWS di sejumlah titik yang rawan terjadi kecelakaan. “EWS tersebut dilengkapi dengan sensor lampu dan suara ketika ada kereta api yang akan melintas. Paling tidak, keberadaan EWS ini bisa mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati saat melewati perlintasan sebidang,” katanya.

Selain memasang pintu perlintasan baru dan EWS, DJKA Kemenhub dan Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Wilayah Sumatra Bagian Barat (Sumbagbar) bekerja sama dengan PT KAI dan pemerintah daerah juga akan memasang kembali patok-patok rel di sepanjang jalur KA, yang selama ini dibongkar paksa oleh masyarakat untuk membuat akses menuju rumah masing-masing.

“Perilaku inilah yang kemudian membuat banyaknya muncul perlintasan-perlintasan liar di sepanjang jalur KA. Makanya, awal tahun depan, patok-patok tersebut akan kami pasang kembali, sehingga tidak ada lagi warga yang bisa melintas,” ujarnya.

Edi menegaskan, tindakan masyarakat mencabut patok yang sudah dipasang bisa dipidana penjara dan denda hingga Rp2 miliar. "Sanksinya amat berat, karena ini menyangkut keselamatan manusia. Jadi ini yang bersama harus diperhatikan oleh masyarakat sekitar perlintasan kereta api, jangan asal cabut demi kepentingan sendiri," tegasnya.

Jumlah perlintasan sebidang di sepanjang jalur kereta api terbilang sangat banyak. Berdasarkan data BTP Wilayah Sumbagbar, hingga Maret 2021, ada total 354 perlintasan di sepanjang jalur KA aktif di Sumbar. Jumlah tersebut dengan rincian, dijaga sebanyak 27 perlintasan, tidak dijaga 55 perlintasan, liar 250 perlintasan, tidak sebidang (underpass) enam perlintasan, dan penambahan jalur baru 16 perlintasan.

Sementara berdasarkan hasil survei Direktorat Keselamatan DJKA Kemenhub, total ada 421 perlintasan di sepanjang jalur aktif KA di Sumbar. Dengan rincian, dijaga 27 perlintasan, tidak dijaga 55 perlintasan, liar 315 perlintasan, penambahan baru 66 perlintasan liar, tidak sebidang (underpass) enam perlintasan, dan penambahan jalur baru 16 perlintasan.

Edi menyebutkan, kecelakaan yang terjadi di perlintasan KA pada dasarnya tidak terlepas dari perilaku masyarakat. Menurutnya, penyebab utama kecelakaan KA di Sumbar adalah karena banyaknya perlintasan sebidang, yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri. Ditambah lagi dengan perilaku masyarakat yang tidak disiplin dalam berkendara dan acapkali menerobos perlintasan saat kereta api melintas. 

“Oleh karena itu, peran aktif masyarakat dalam mengurangi angka kecelakaan di perlintasan sebidang sangat kami harapkan. Makanya, ke depan sosialisasi kepada masyarakat akan semakin kami masifkan,” tuturnya.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumbar, Heri Nofiardi dalam kegiatan yang juga dihadiri Gubernur Sumbar itu mengungkapkan belum adanya kesamaan persepsi dari para pemangku kebijakan telah menghambat upaya-upaya peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang. Termasuk juga belum dilibatkannya semua unsur terkait, lebih-lebih masyarakat.

Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang, sepanjang 2021, tercatat telah terjadi 41 kali kecelakaan di perlintasan sebidang. Dengan rincian, selama triwulan I sebanyak 13 kejadian, triwulan II 16 kejadian, dan triwulan III sembilan kejadian. Kecelakaan tersebut didominasi oleh kecelakaan yang melibatkan KA dengan kendaraan bermotor, dengan total 33 kejadian.

“Jumlah ini meningkat tajam dari tahun sebelumnya. Di mana pada 2020, tercatat hanya terjadi 16 kali kecelakaan, dengan total korban meninggal sebanyak empat orang, luka berat 14 orang, dan luka ringan 10 orang,” ujar Heri.

Sementara itu, Kepala PT KAI Divisi Regional (Divre) II Sumbar, Miming Kuncoro membenarkan penyebab utama kecelakaan di perlintasan sebidang adalah keberadaan perlintasan liar. Hal ini tampak dari kecelakaan yang seluruhnya terjadi di perlintasan Padang menuju Pariaman. Sementara jalur Padang menuju Indarung dan Pulau Air, tidak tercatat pernah terjadi kecelakaan selama 2021.

“Penyebabnya jelas, karena di jalur Padang-Indarung dan Padang-Pulau Air tingkat penjagaannya mencapai 20 persen. Sedangkan jalur Padang-Pariaman, tingkat penjagaannya hanya tiga persen,” katanya. 

Ketua DPW Masyarakat Perkeretaapian (Maska) Sumbar, Yossyafra, PhD., mengatakan,  kerugian akibat kecelakaan transportasi  sangat  besar, tak hanya sosial, tapi juga sarana prasarana, dan juga kerugian ekonomi. Untuk itu, dia mengajak semua untuk saiyo sakato dalam keselamatan perkeretaapian dengan membangun dan menerapkan budaya keselamatan sebagai wujud penerapan manajemen keselamatan.  (yn)

 
Top