Faktual dan Berintegritas


TERNYATA aksi-aksi perundungan yang terjadi pada sejumlah daerah di Indonesia menjadi perhatian serius bagi Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Karenanya, orang nomor dua di Indonesia itu menyebut bahwa kasus perundungan anak tersebut sudah darurat.

Kita tentu sepakat dengan apa yang disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin tersebut. Karena memang, nyaris tiap hari pemberitaan media massa dan media sosial Tanah Air dihiasi oleh kasus perundungan pada anak.

Lebih memiriskan, kasus-kasus perundungan tersebut sebagian terjadi di lingkungan sekolah. Tidak saja melibatkan anak laki-laki, tetapi juga menyasar anak perempuan dengan motif sepele.

Kenapa dunia anak-anak dan remaja sekarang dihiasi aksi perundungan? Kenapa mereka suka kekerasan? Apanya yang salah?

Kita tentu tidak bisa menyalahkan satu pihak saja. Karena bisa saja kesalahan itu pada pendidikan keluarga, lingkungan maupun sekolah sebagai pendidikan formal.

Bagaimanapun, perkembangan anak tidak terlepas dari unsur-unsur dimaksud. Dimulai dari pendidikan orang tua dalam keluarga, selanjutnya lingkungan dan kemudian pendidikan formal di sekolah. Ketiga unsur tersebut punya keterkaitan erat.

Karenanya adalah sangat tepat bila Wapres menginginkan kementerian terkait bersinergi menangani kasus perundungan. Bisa dipastikan, salah satu kementerian terkait itu adalah kementerian yang menangani pendidikan.

Agar kasus perundungan tidak semakin marak di negeri ini, perlu formula yang tepat. Pendidikan moral dan keagamaan di sekolah-sekolah penting menjadi perhatian serius. Sebab, terjadinya perundungan, termasuk aksi tawuran lantaran jiwa anak-anak sekarang kering dari siraman pendidikan moral dan agama.  

Percaya atau tidak, anak-anak sekarang kebanyakan tidak bisa bersosialisasi. Jangankan sosialisasi dengan masyarakat secara umum, di dalam lingkungan sekolah saja nyaris tidak ada. Mereka tidak kenal dengan teman di kelas lain. Bahkan, di kelas yang sama tidak saling kenal. Begitu juga dengan tetangga dan lingkungan tempat tinggal masing-masing.

Sebaliknya, anak-anak sekarang sibuk dengan diri sendiri. Jiwanya terpapar dengan tontonan dan permainan pada gadget yang menjadi teman setiap detik. Jika hal seperti ini tidak dicarikan formula yang tepat, maka yakinlah negeri ini akan diisi generasi brutal, generasi yang tidak punya rasa kemanusiaan dan sosial.

Oleh karena itu, mari kita persamakan untuk membentuk generasi yang baik, bermoral, berakhlak dan berketuhanan. Untuk ini perlu keterlibatan kementerian lain seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Agama, Komnas HAM dan lainnya. Tidak kalah pentingnya adalah peran orang tua dan Masyarakat. (Sawir Pribadi)

 
Top