Faktual dan Berintegritas


KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut penangkapan atau operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi telah banyak dilakukan. Hanya saja, hingga sekarang korupsi tetap saja ada.

Terhadap fakta ini, sang Ketua KPK tersebut merasa heran, mengapa korupsi masih saja terus ada di negeri ini. Apakah pemenjaraan terhadap para koruptor tidak menimbulkan efek jera?

Yang menjadi tanda tanya bagi seorang Firli Bahuri tentu juga tanda tanya bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia. Sebab, kenyataannya memang demikian, tiap sebentar KPK melakukan penangkapan. Belum lagi yang ditangkap institusi hukum lainnya seperti Kejaksaan.

Lebih mengherankan lagi, korupsi tidak lagi menjadi sifat buruk dari laki-laki, tapi juga kaum wanita. Tidak sedikit jumlahnya pejabat wanita yang berhasil ditangkap lantaran terlibat korupsi. Apakah korupsi juga bagian dari emansipasi wanita?

Kita hanya mampu mengatakan miris terhadap kondisi begini.  Sepertinya hukuman penjara memang tidak mampu menjadi bahan pembelajaran yang berakibat jera terhadap yang lain. Tak ada takut-takutnya  para pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN) untuk mengemplang uang negara, tidak ada gamangnya mereka menjadikan uang negara sebagai milik pribadi. Pertanyaan berikutnya, apa yang kurang bagi mereka?

Soal harta, para koruptor rata-rata bergaji besar. Bahkan dalam satu keluarga memiliki pendapatan besar. Sebagai pejabat negara, segala fasilitas disediakan, namun sekali lagi tetap saja melakukan korupsi.

Karena itu, Firli pun menyiapkan beberapa strategi untuk melakukan pemberantasan korupsi. Salah satunya, dengan memberikan upaya pendidikan masyarakat dalam mencegah korupsi. Dengan pendidikan tersebut, nilai-nilai antikorupsi akan tertanam di masyarakat.

Strategi Firli itu bagus, namun  agaknya ada yang lebih mangkus untuk memberi efek jera, yakni memperberat sanksi hukum kepada para pelaku korupsi. Di samping itu harus ada sanksi lain, seperti me-nol kilometerkan pejabat bersangkutan sebagai pengganti istilah pemiskinan. Selanjutnya bisa dengan ancaman sosial, seperti menutup kesempatan kepada keturunan yang bersangkutan untuk bisa menjadi pegawai negeri sipil (PNS), caleg atau untuk jabatan negara lainnya.

Mudah-mudahan dengan cara itu, korupsi di Tanah Air bisa dibabat habis hingga ke akar-akarnya. Semoga! (Sawir Pribadi)

 
Top