Faktual dan Berintegritas


BUKITTINGGI, Swapena -- Polemik antara DPRD Bukittinggi dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat audiensi yang diwarnai walk out (WO), masih menuai polemik. Sejumlah aktivis muda itu menyayangkan aspirasi yang mereka suarakan justru dipolitisir oleh oknum tertentu. 

Untuk meluruskan pemberitaan yang marak di media online, para aktivis itu mendatangi kantor PWI Bukittinggi, Selasa (18/5). Mereka membantah keras adanya tunggangan politik saat menyambangi gedung dewan.

Ketua HMI Cabang Bukittinggi Demisioner, Muhammad Irvan menjelaskan pihaknya selaku mahasiswa yang menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi di sekitaran Kota Bukittinggi telah menyurati dua lembaga sekaligus, legislatif dan eksekutif.

“Tidak benar kami menutup mata atas kinerja Pemko Bukittinggi, lalu hanya menyorot DPRD saja. Kepada Pemko kami sudah bersurat juga untuk minta audiensi dan telah selesai. Pemko menyikapi dan memfasilitasi kami dengan bijak dan segera, tapi anehnya DPRD yang seolah enggan,” jelas Irvan.

Karena pertemuan tatap muka dengan pihak DPRD Bukittinggi mengalami kebuntuan, HMI bakal menempuh cara lain untuk tetap mengawasi kinerja lembaga legislatif itu.

“Hasil diskusi kami setelah pertemuan yang tidak kondusif kemarin ada beberapa opsi. Yang jelas, kami tidak akan lagi memohon untuk minta audiensi. Opsi yang mengerucut antara lain dengan mengajukan surat resmi permohonan informasi publik seperti amanat UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” sebut Muhammad Irvan.

Menurut dia, jika klaim yang disampaikan DPRD itu benar-benar telah bekerja, maka pihaknya akan meminta hasil kinerja itu dengan porsi tertulis, sesuai hak masyarakat untuk mendapatkan informasi layaknya UU KIP.

Dari informasi publik itu, kata dia, akan jelas data terukur apa saja yang sudah diperbuat wakil rakyat Kota Bukittinggi selama menjabat sejak 2019. “Informasi publik itu akan kami telaah dengan para pakar di bidangnya, senior-senior alumni HMI, termasuk akademisi. Nanti hasilnya akan kami publikasi ke masyarakat luas,” tegasnya.

Irvan juga menyayangkan adanya penggiringan isu oleh oknum DPRD Bukittinggi yang menuding niat baik mereka ditunggangi kepentingan politik. 

“HMI ini organisasi independen, semata berjuang menyuarakan hak-hak masyarakat. Selama ini legislatif diamanahkan untuk mengawasi pemerintah, maka apa salahnya kami ingin pula mengevaluasi capaian mereka. Seharusnya sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan, DPRD tidak anti kritik saat mereka juga diawasi,” sambung Irvan.

Dihubungi terpisah, Presidium KAHMI Sumbar Demisioner, Khairul Anwar menilai lembaga publik tidak patut anti kritik sekalipun itu dari kalangan mahasiswa. Siapa saja baik secara individu maupun kelompok berhak untuk mengkritisi kinerja DPRD.

“Soal evaluasi kan sah-sah saja, siapa saja boleh mengevaluasi kinerja DPRD, tapi tentu ada mekanismenya,” jelasnya.

“Kalau ada yang merasa tersinggung dengan etika kader HMI, kami pikir tidak perlu menjadi persoalan, standar etis yang dimaksud oknum DPRD Bukittinggi itu yang seperti apa. Kalau ada yang merasa tersinggung dan bisa dimaafkan, ya maafkan sajalah, tak baik juga seorang anggota DPRD mengklaim orang tidak beretika. Yang substantif adalah, apakah aspirasi yang disampaikan HMI itu salah atau benar, itu saja,” kata tokoh yang akrab disapa Tan Rajo itu.

Sebelumnya, audiensi antara DPRD Bukittinggi dan HMI Cabang Bukittinggi yang digelar di gedung dewan berakhir buntu, Senin (17/5).  Kedua pihak saling tuding bahwa pihak lainnya tidak sopan saat audiensi. Sejumlah anggota dewan merasa tersinggung karena diinterupsi saat berbicara. Sedangkan, mahasiswa HMI yang merasa direspon secara kasar, akhirnya memilih walk out (WO) atau meninggalkan gedung dewan.

Tidak hanya itu, saat audiensi berlangsung beberapa oknum anggota dewan tersulut emosi. Mahasiswa HMI juga bergantian mengajukan interupsi dan tidak terima microphone mereka dimatikan. (rel)


 
Top