Faktual dan Berintegritas

 


PADANG -  Sejumlah lembaga, organisasi masyarakat (ormas) dan beberapa tokoh menyatakan sikap menolak Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri terkait seragam sekolah. SKB itu akan diperjuangkan untuk direvisi atau bahkan dibatalkan. 

Hal tersebut disampaikan mereka  dalam rapat dengar pendapat (hearing) dengan DPRD Sumbar, membahas SKB 3 menteri itu, Kamis (18/2). Hearing di tersebut merupakan permintaan dari anggota DPR RI asal Sumbar, H. Guspardi Gaus. 

Sejumlah lembaga, ormas dan tokoh adat yang menyatakan keberatan terhadap SKB 3 menteri ini, di antaranya MUI Sumbar, LKAAM Sumbar, Bundo Kanduang, Muhammadiyah, Tarbiah (Perti), Aisyiah Sumbar, Dewan Pendidikan Sumbar dan juga mantan walikota Padang Fauzi Bahar. 

Ikut hadir perwakilan Nahdathul Ulama (NU) Sumbar. Namun NU menyatakan pendapat berbeda yakni secara kelembagaan tidak menolak SKB 3 menteri. 

Sejumlah lembaga dan ormas yang menyatakan keberatan terhadap SKB 3 menteri sebelumnya ada yang telah mengambil langkah sendiri. Misalnya Dewan Pendidikan Sumbar yang telah melayangkan surat keberatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 

Perwakilan Dewan Pendidikan Sumbar mengatakan, 13 orang yang mewakili lembaga tersebut telah melayangkan surat yang tertuju pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Surat itu juga diteruskan ke DPR RI, DPD RI, gubernur dan DPRD Sumbar. Dalam surat tersebut ditegaskan penolakan terhadap SKB 3 menteri dimaksud.

Ketua LKAAM Sumbar, Sayuti Dt. Rajo Panghulu mengatakan, LKAAM bahkan telah sepakat menetapkan 100 pengacara untuk menyurati Presiden. Isinya adalah meminta Presiden merevisi SKB 3 menteri. LKAAM juga mempertimbangkan untuk menggugat ke Mahkamah Agung (MA) jika nanti SKB 3 menteri terbukti jelas melanggar hukum, keadilan dan HAM. 

Menurut dia, anak-anak haruslah dididik sejak kecil menjalankan syariat. Apalagi di ranah Minang palsafahnya adalah Adaik Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Jika dilarang mewajibkan bahkan dilarang pula untuk mengimbau menggunakan pakaian muslim sesuai syariah, maka itu dinilai Sayuti, tidak adil dan melanggar HAM.

Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar, pun mengatakan, MUI jelas menolak SKB 3 menteri tersebut karena adanya pernyataan yang mengatakan tidak diperkenankan mewajibkan atau mengimbau siswa untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama tertentu. 

"Ini bertentangan dengan ABS-SBK. Adat Minangkabau itu adalah melaksanakan syariat dalam keseharian. Masa pada anak-anak kita tak boleh menyuruh mereka taat syariat menutup aurat? Ini bukan soal agama saja, tapi juga adat istiadat," ujarnya.

Dia mengatakan, wajar saja jika sejumlah lembaga dan ormas menyatakan menolak SKB 3 menteri karena negara bukanlah negara titah raja. Seharusnya masih terbuka peluang untuk SKB 3 menteri itu direvisi.

"Intinya tidak ada dalam sejarah, selama 20 tahun sejak Solok menerapkan pakaian muslim di sekolah, itu tujuannya untuk intoleransi. Non muslim tidak ada disuruh berjilbab. Itu khusus untuk yang muslim dan itu syariat juga adat istiadat," ujarnya. 

Senada, Ketua Bundo Kanduang Sumbar, Puti Reno Raudha Thaib juga mengatakan SKB 3 menteri tersebut sangat wajib ditolak karena jangankan mewajibkan, mengimbau untuk berpakaian muslim saja tidak boleh. "Anak-anak harus diajarkan nilai agama sejak dini. Ini bagaiamana mau diajarkan kalau mengimbau saja juga tidak boleh," ujarnya.

Norman Agus dari Muhammadiyah justru menyesali adanya ancaman jika tidak mematuhi SKB 3 menteri. Padahal daerah sudah otonomi. 

Fauzi Bahar menilai SKB 3 menteri, jelas tidak tepat karena justru merusak keberhasilan Sumbar untuk membentuk karakter siswa dalam 15 tahun terakhir. Dia menyesali hanya 1 kasus saja, keberhasilan itu malah dianggap salah dan dilarang. "Kita mengajarkan syariah dan adat, pada yang muslim, bukan non muslim. Masa dilarang," ujarnya.

Harus Diperjuangkan

Anggota DPR RI, Guspardi Gaus mengatakan, Sumbar harus mengambil sikap tegas pada masa transisi pemberlakukan SKB 3 menteri. Dia menilai DPRD perlu menyusun Peraturan Daerah (Perda) terkait hal ini. 

Selain itu, Guspardi menilai perlunya komite-komite sekolah mengadakan pertemuan dengan walimurid untuk menampung aspirasi dan menampung pendapat. Ini nanti akan memperkuat upaya meminta revisi SKB 3 menteri. 

"Saya tidak senang Sumbar diperlakukan seperti ini. Cuma satu kasus dalam 15-20 tahun tapi diperbesar seolah Sumbar intoleran. Lalu kita dilarang menerapkan adat istiadat kita," tegasnya. 

Dia mengatakan, Sumbar harus berjuang mempertahankan kebaikan yang telah dilakukan selama ini, yakni mengajarkan pakaian sesuai syariat Islam pada anak-anak. Menerapkan syariat sesuai agama Islam adalah falsafat adat Minangkabau. "Dalam masa transisi ini kita harus upayakan pembatalan atau revisi," tegas Guspardi. (T2)


 
Top