Faktual dan Berintegritas


PADANG, Swapena -- Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, sejak tahun 2018 hingga 2020, terdapat 2. 411 orang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Sumatera Barat (Sumbar) yang  bekerja di luar negeri. Rata-rata pertahun sedikitnya ada 804 orang dari Sumbar yang menjadi PMI. 

Demikian disampaikan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, saat sosialisasi UU No.18 Tahun 2017, di Auditorium Gubernuran Sumbar, Senin (7/6).

Dari jumlah PMI asal Sumbar tersebut, menurut Benny, sebagian besar negara tujuannya adalah Malaysia, Arab Saudi, Taiwan dan Jepang. Sedangkan daerah asalnya terbanyak dari Kota Padang, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok.

"Pekerjaan yang favorit bagi PMI asal Sumbar adalah operator, general worker, fisherman dan kilang minyak. Jika kita ambil gaji rata-rata Rp6 Juta saja perorang, jika perorang kirim uang 40 persen saja, dikalikan 804 orang pertahun, maka sedikitnya ada devisa Rp12 Miliar pertahun yang masuk Sumbar," ungkap Benny.

Dijelaskan Benny, peluang kerja di luar negeri masih terbuka lebar. Di Jepang, misalnya,  terdapat 345 ribu peluang kerja dan Indonesia mendapat kuota 70 ribu dengan gaji mencapai Rp22 Juta.  Namun Indonesia baru bisa memenuhi 5 ribu kuota saja.

"Untuk PMI Sumbar kami dari BP2MI menghimbau agar orientasi ke timur tengah dikurangi karena regulasi perlindungan pekerja migran disana rendah. Peluang di Asia saat ini lebih baik seperti Taiwan dan Korea," lanjut Benny.

Selain itu, untuk mempermudah pekerja untuk memiliki modal kerja awal, BP2MI juga telah menjalin kerjasama dengan pihak perbankan untuk memberikan bantuan modal awal kepada calon PMI berupa bantuan KUR. Besaran bantuan berbeda tergantung tujuan kerjanya. Untuk kawasan Asia mendapatkan Rp25 juta. Modal awal ini penting supaya calon tidak perlu jual rumah atau lahan, dan membebaskan dari rentenir.

Sosialisasi UU No.18/2017 di Sumbar ini merupakan provinsi ke-9, setelah kick off di Jawa Timur. Sosialisasi ini penting untuk perbaikan mindset dan paradigma bahwa pekerja yang dulu disebut Tenaga Kerja Indonesia sekarang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang notabene merupakan orang-orang terhormat yang menyumbang devisa 159,6 T pertahun, kedua terbesar setelah migas.

"Tidak boleh ada lagi perlakuan negatif, pemerasan, ketidakadilan dan lainnya kepada PMK. Kehadiran UU ini juga membagi urusan secara merata. Kalau dulu seolah hanya urusan ketenagakerjaan, sekarang tidak lagi. Wewenang juga semakin luas, tidak lagi hanya mengurus pekerja land base, tapi juga seabase. Kita tidak menginginkan negara sedikitpun tidak hadir untuk memberikan pelayanan pada PMI," tegas Benny.

Salah satu wujud pelayanan untuk PMI saat ini bisa dirasakan langsung oleh PMI di bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Di Bandara Soeta ini terdapat lounge khusus dan gratis untuk PMI. Termasuk fast track juga, dengan karpet warna biru bertuliskan VVIP PMI. Fasilitas ini kata Benny akan ditetapkan juga di semua bandara yang menjadi kantong PMl.(kmf)

 

 
Top