Faktual dan Berintegritas

Memasak lamang. 

SUMATERA Barat atau Minangkabau adalah gudang kuliner tradisional. Kalau mau tahu aneka jenis kuliner, maka di hari raya Idul Fitri inilah Puncaknya.

Jika ingin mengetahui kuliner tradisional Minang, datanglah ke kampung-kampung di hari raya. Di setiap rumah pasti akan ditemukan berbagai jenis penganan, mulai dari yang lunak sampai yang keras.

Salah satu di antara sekian banyak kuliner tradisional itu adalah lamang, yakni penganan yang terbuat dari beras ketan yang oleh orang Minang  disebut sipuluik atau beras pulut.  Beras pulut ini dimasak dengan menggunakan wadah buluah, sejenis bambu tipis. Sebagian orang menyebutnya dengan nama talang. 

Buluah atau talang dipotong sesuai ruasnya, kemudian dibersihkan bagian dalamnya dengan menggunakan kain atau sabut kelapa. Setelah bagian dalam buluah dianggap bersih, dimasukkan daun pisang untuk pelapis lamang. Daun pisang yang dipilih adalah yang  masih muda agar tidak mudah robek.

Sementara itu, sipuluik direndam terlebih dahulu sekitar dua jam  lebih agar lembut atau empuk. Menunggu sipuluik lembut, disiapkan santan.

Sipuluik yang sudah lunak kemudian dimasukkan ke dalam buluah, kemudian disiram dengan santan secara perlahan. Harus pas takarannya. Jika tak pas, bisa-bisa lamang tak sesuai harapan. Kurang santan, hasilnya tak enak dan berderai. Terlalu banyak santan, bisa lembek.

Setelah adonan pulut dan santan masuk buluah, disangai atau didiang pada api kayu, sabut atau tempurung (batok) kelapa. Proses ini butuh waktu cukup lama, bisa sampai dua atau bahkan tiga jam.

Selama proses memasak, tidak boleh ditinggal. Harus rajin membalik-balik buluah supaya tidak gosong. Selain itu, harus sering digerakkan agar isinya padat.

Proses membuat penganan tradisional ini terbilang lama dan butuh kesabaran tinggi. Agaknya ini pula yang mengakibatkan keberadaannya mulai berkurang, sehingga akhir-akhir ini tidak setiap rumah menyediakan lamang untuk para tamu.

Memang, tak bisa dipungkiri, masyarakat sekarang lebih memilih yang instan dan serba cepat. Makanya, setiap menjelang lebaran, toko kue senantiasa diserbu.

Itu pula yang mendorong, keberadaan toko atau kedai kue saat ini tak hanya ada di kota, melainkan sudah merambah hingga kampung-kampung. Setidaknya di setiap nagari  ada keluarga yang buka usaha dadakan menerima jasa membuat kue, baik kue basah maupun kue kering. (Sawir Pribadi)
 
Top