Faktual dan Berintegritas


     Dr. (C). M.A.Dalmenda, M.Si*

Berakhirnya pemberlakuan PSBB di Sumatera Barat pada tanggal 29 Mei 2020 maka provinsi yang dikenal berfalsafah ABS-SBK (Adat Basandi Syara'- Syara' Basandi Kitabullah) ini menjadi satu dari empat provinsi di Indonesia dipilih presiden RI diberlakukan tatanan kehidupan baru (new normal). Guna mendukung hal tersebut, pemerintah daerah, TNI dan Polri telah menyiapkan berbagai strategi dalam memberlakukan new normal.

Menghadapi new normal dibutuhkan protokol komunikasi yang sudah didengungkan pemerintah pusat, dalam penanganan pandemi Covid-19. Dalam penanganan wabah virus mematikan di dunia, Anthony de Mello pernah mengingatkan bahwa jumlah korban bisa menjadi lima kali lipat, kalau terjadi ketakutan di saat terjadi wabah penyakit. Seribu orang menjadi korban karena sakit, sedangkan empat ribu orang menjadi korban karena panik.(Mello, A. D. (1997).The heart of the enlightened: a book of story meditations. Glasgow: Fount Paperbacks).

Berkaca pada hal tersebut, komunikasi adalah bagian terpenting dalam menghadapi ancaman pandemi. Kepercayaan publik perlu dibangun dan dijaga agar tidak terjadi kepanikan dalam masyarakat dan agar penanganan dapat berjalan lancar.Salah satu instruksi yang diberikan Presiden Joko Widodo adalah pemerintah harus menunjukkan bahwa pemerintah serius, pemerintah siap dan pemerintah mampu untuk menangani outbreak ini. Persepsi tentang kesiapan dan keseriusan pemerintah perlu disampaikan kepada publik melalui penjelasan yang komprehensif dan berkala, dengan menjelaskan apa yang sudah dan akan dilakukan oleh pemerintah.

Pengertian komunikasi secara sederhana adalah proses pertukaran pesan yang dilakukan seseorang yang diistilahkan komunikator kepada komunikan, istilah bagi penerima pesan, berupa verbal dan non verbal, secara efektif dan ada umpan balik sehingga terjadi kesamaan makna dan pemahaman. Di dalam komunikasi massa, fungsi komunikasi memiliki dua peran, yakni; fungsi nyata (manifest function) dan fungsi laten (latent fuction) yang di dalamnya manusia pasti akan mengeluarkan 39 kemampuan adaptasi ketika terjadi ancaman.

Sumatera Barat dengan falsafah ABS-SBK perlu dibangun komunikasi kearifal lokal berbasis pada raso jo pareso (rasa dan periksa) mengakar pada kato nan ampek (kata yang empat) agar terciptanya komunikasi yang efektif, tepat sasaran dan berdayaguna pada tatanan new normal. Kata kunci dari raso jo pareso adalah  adanya rasa takut kepada Allah, rasa malu dan sopan terhadap sesama manusia, segan menyegani, tenggang rasa dan saling menghargai di antara sesama anggota masyarakat. Dari rasa malu timbul rasa sopan akan muncul komunikasi yang baik karena adanya saling menghargai serta kesepamahaman yang sama.

Pituah   dari raso jo pareso itu :
Raso bao naiak (rasa dibawa naik),
pareso bao turun ( periksa dibawa turun). Tarimolah raso dari lua (terimalah rasa dari luar ). Pareso bana raso ka dalam (leriksalah benar-benar rasa ke dalam ).
Antah iyo antah indak. (Entah iya atau tidak )

Sedangkan kato nan ampek adalah aturan yang mengikat bagi lelaki dan perempuan Minangkabau dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pemikirannya di kehidupannya sehari-hari. Semakin halus penghayatan seseorang terhadap kato nan ampek ini, semakin bernilainya kepribadian dan keberadaan orang yang bersangkutan. Sebaliknya, bagi mereka yang tak menerapkan kato nan ampek ini dalam berkomunikasi, semakin rendahlah keadabannya (disebut dengan celaan : Tidak tahu adat). 

Kato nan ampek ini terdiri dari:
1) Kato Mandaki (Kata Mendaki), maksudnya bagaimana kita menyatakan pikiran kita baik dalam komunikasi dengan maupun ketika kita membicarakan tentang seseorang yang posisi tawarnya lebih tinggi dari kita, seperti orangtua, guru, ulama, tokoh masyarakat, termasuk pemimpin negara. Merupakan hal yang terlarang kita menyebut mereka dengan namanya saja, atau memberi kata sandang ‘Si’.
2) Kato Manurun (kata menurun) adalah tatacara etika berkomunikasi dengan atau membicarakan tentang seseorang yang posisi tawarnya di bawah kita, terutama yang umurnya lebih muda atau memang kepada remaja dan anak kecil.
3) Kato Mandata (kata mendatar), merupakan cara berbahasa dengan teman sebaya dalam pergaulan (seumuran)
4) Kato Malereng (kata melereng), adalah bagaimana cara berkomunikasi dengan pihak yang rasanya janggal apabila mengungkapkan perasaan/pikiran kepadanya secara gamblang dan terus terang. Dalam kata melereng ini digunakan kata-kata berkias banding. Umpama komunikasi antara mertua dengan menantu dan sebaliknya.

Keberagaman masyarakat di setiap daerah memiliki kekayaan pengetahuan lokal yang biasa disebut sebagai kearifan lokal. Sebab, kearifan lokal sebagai salah satu alat perekat bangsa selain tidak adanya keharmonisan di masyarakat saat ini. Kondisi kekinian, masyarakat kerap terpengaruh dari berbagai pemberitaan yang dibumbui hal-hal yang berbau politis untuk kepentingan kekuasaan. 

Artinya dengan kearifan lokal ini turut mencerdaskan masyarakat akan arti penting informasi. Kearifan lokal terbagi menjadi dua hal yaitu; mitigasi bencana dan resolusi konflik. Pengetahuan lokal berbasis mitigasi bencana dapat diartikan sebagai tradisi dalam suatu daerah untuk mengantisipasi terjadinya bencana. Sementara pengetahuan lokal berbasis resolusi konflik adalah kebiasaan, atau adat masyarakat setempat dalam menyelesaikan konflik.

Maksud dan arti kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom berarti kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom berarti kearifan setempat yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Hal itu menandakan bahwa “pandangan yang bersumber dari kecerdasan masyarakat sebagai pendukung kebudayaan tertentu, dapat disebut dengan kearifan lokal (local wisdom). Di dalamnya termuat berbagai macam ajaran; mengenai spritualitas, corak kehidupan manusia, serta perlakuan atau cara memperlakukan alam dan cakupannya yang lebih luas dalam satuan cosmos (alam), adat istiadat, norma dan nilai serta perilaku masyarakatnya. Dengan sebutan lain, pandangan ini merupakan pengetahuan yang berasal dari masyarakat suatu teritorial bahkan juga dapat dikatakan sebagai sistem pengetahuan suatu masyarakat tertentu secara lokal.

Mengedepankan kultural dalam membangun komunikasi sangat bernilai positif kearifan warga setempat harus berdampingan dengan peraturan sebagai pijakan kerja kekuasaan pemerintah, lembaga swasta maupun kelompok masyarakat yang peduli terhadap penanganan bencana. Mengintegrasikan karakter masyarakat lokal dengan regulasi pemerintah dalam penanganan dalam tatanan new normal bisa tercapai dengan baik jika keduabelah pihak mampu menciptakan komunikasi kohesif yang menghasilkan pemahaman bersama. 

Representasi dari manusia komunikasi,  yang harus bijaksana dalam merespon bencana, sepertinya tidak berlebihan, jika menilai  bahwa komunikasi bencana  adalah mengorganisasikan pesan dan bekeria keras untuk menghadapi  kompleksitas bencana. Bukan sebaliknya, komunikasi berjalan linier dengan bencana komunikasi yang kusut bersengkarut sehingga bisa menjadi bencana komunikasi berujung ke ranah hukum. Pemerintah harus menempatkan insan-insan yang humanis dan terampil berkomunikasi terutama di ruang publik. Jelas siapa membicarakan tentang apa sesuai tupoksi agar menghasilkan komunikasi yang komunikatif.
(*Penulis adalah Pengamat  komunikasi Fisip Unand & Kandidat Doktor Komunikasi Politik Unpad Bandung)
 
Top