Faktual dan Berintegritas


JUMLAH masyarakat Sumatera Barat yang terkonfirmasi positif terpapar virus corona Covid-19 terus bertambah. Bahkan, hari ini sudah melewati angka 200, tepatnya 203 orang. Persebarannya pun kian luas. Hanya beberapa daerah saja yang masih tergolong 'hijau'.

Jumlah orang yang positif Covid-19 ketika mencapai angka 200  itu bagi sebagian orang memang sangat mengejutkan, tapi bagi sebagian lain biasa-biasa saja. Yang terkejut, lantaran tidak membaca situasi sejak awal, lalu tiba-tiba lonjakannya begitu tinggi. Sedangkan yang menilai biasa, karena memang melihat dan membaca bagaimana kondisi di luar rumah.

Bagaimana situasi di luar (rumah) itu sebenarnya? Bisa dijawab biasa-biasa saja. Maksudnya situasi sebelum dan di saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) nyaris tak ada perubahan.

Walau pemerintah sudah berteriak-teriak agar masyarakat di rumah saja, tidak digubris oleh sebagian masyarakat. Bahkan sampai menjelang  PSBB berakhir sekarang juga nyaris biasa-biasa saja. Lihatlah jalanan masih tetap ramai. Apalagi sejak masuk Ramadhan, sore hari masyarakat bagai 'tumpah' ke luar rumah. Alasannya mencari  bahan makanan atau mencari pabukoan. Aturan PSBB memang membolehkan masyarakat keluar rumah apabila sangat penting, seperti membeli kebutuhan dapur (kebutuhan pokok) dan tentu termasuk berbelanja pabukoan.

Lalu, apakah yang keluar rumah itu sudah sesuai protokol kesehatan? Sebagian belum! Salah satu indikatornya adalah masih banyak yang tidak melakukan jaga jarak, tidak memakai masker dan bahkan di antara pedagang ada yang santai saja berjualan tanpa masker.

Begitu juga dengan larangan berkumpul, apakah sudah dipatuhi masyarakat secara keseluruhan? Lihatlah pasar-pasar masih berjalan normal tanpa pengaturan tempat berdagang yang menganut prinsip social distancing. Lihatlah penumpang angkutan umum, lihatlah rumah ibadah dan seterusnya.

Lalu, apakah PSBB gagal? Kita tak mau mengatakan demikian. Mungkin saja belum berjalan sesuai teorinya. Ibarat obat bagi seseorang yang sakit, PSBB belum manjur atau tidak mujarab. Bagaimana mau mujarab, jika pantangan dari dokter  dilibas juga. Bukankah jika mau cepat sembuh, harus ikuti nasihat dokter?

PSBB dengan banyak aturan itu baru sebatas  aturan di atas kertas. Belum ada yang mengikat atau setidaknya belum ada yang membuat masyarakat 'segan' untuk melanggarnya. Akibatnya, beginilah, jumlah korban Covid-19 terus bertambah dan sangat mengkhawatirkan.

Sekadar perbandingan saja, di Palembang, Sumatera Selatan, masyarakat yang kedapatan keluar rumah tanpa mengenakan masker 'ditilang' dengan cara masuk karantina selama 1 x 24 jam. Di Pekanbaru, yang terjaring tanpa masker disidang tipiring, hukumannya denda ratusan ribu rupiah. Di Bogor, yang kedapatan keluar tanpa masker juga disidang dengan hukuman denda dan hukuman fisik, seperti push up dan lain sebagainnya.

Itu adalah contoh daerah-daerah yang serius dalam menegakkan aturan PSBB. Lalu, bagaimana di Sumatera Barat? Belum terdengar ada sanksi. Yang pasti, kini angka masyarakat positif  Covid-19 kian melambung dan bertengger di 'ranting' 200.

Ya, bisa saja itu dikatakan sebagai ranting, karena jika tak ada penerapan PSBB secara tegas, maka angka itu akan terus naik ke 'dahan' kecil hingga 'dahan' besar dan akhirnya sampai puncak.
Padahal kita semua berharap cukuplah sampai ranting itu saja, jangan sampai ke dahan dan seterusnya.

Nah, ayo. Apa kita mau berlama-lama dengan situasi seperti ini?  Mau melanjutkan PSBB 14 hari lagi? Tidakkah rindu ke masjid? Tidakkah ingin berhari raya dan berlebaran seperti biasa? Jawabnya tergantung kepada sikap, disiplin  dan komitmen kita bersama. (Sawir Pribadi)
 
Top