Faktual dan Berintegritas


Korban virus Corona atau Covid-19 di Sumatera Barat terus berjatuhan dalam jumlah yang sangat banyak. Pertambahan harian kini tak lagi dalam dua digit tapi sudah tiga digit dengan total melebihi 3.000 orang.

Miris, khawatir dan takut menghantui sebagian besar penghuni provinsi ini. Karena virus itu memangsa siapa saja, tanpa mengenal status sosial, pangkat dan jabatan. Mulai dari masyarakat biasa, perawat, guru, polisi hingga pejabat tinggi dan kepala daerah pun tertular oleh virus tersebut. Bahkan sejumlah bakal calon kepala daerah yang akan berkompetisi pun ikut tertular oleh keganasan virus Corona ini.

Di lain pihak ada di antara masyarakat yang seperti tak peduli saja dengan keganasan virus tersebut. Ironisnya tidak sedikit yang mengaku tak percaya akan adanya virus dimaksud. Ada pula yang berpendapat bahwa ini hanyalah konspirasi untuk tujuan tertentu. 

Masyarakat begini cenderung cuek dan tak punya beban dalam berbagai aktivitas. Apa saja yang dilakukan masyarakat seperti ini, cenderung tidak ada protokol kesehatan. Tidak ada jaga jarak dan juga tidak akan ada cuci tangan, memakai masker dan seterusnya. Namanya saja orang tak percaya.

Perlu diketahui, ketika virus Covid-19 masuk di Sumatera Barat, seluruh penghuni negeri ini dibuat kalang kabut. Semua aktivitas dialihkan ke rumah. Segala pekerjaan yang mestinya di kantor justru dikerjakan dari rumah. Agar keren diberi istilah dengan work from home (WFH).  Padahal waktu itu korbannya tidak atau belum seberapa.

Semua mal, sekolah hingga masjid dan tempat ibadah lainnya ditutup. Berminggu-minggu dan bahkan sampai dua bulan masyarakat muslim tak menunaikan Shalat Jumat atau shalat fardhu di masjid. Pemerintah dan kita semua begitu takut tempat-tempat itu sebagai titik penyebaran virus Covid-19.

Tak cukup dengan itu saja, pintu-pintu masuk ke Sumatera Barat dijaga ketat. Pesawat terbang dan bus-bus umum antar provinsi tak beroperasi lantaran semua takut tertular virus Corona. Petugas ditempatkan pada pos-pos perbatasan, baik perbatasan provinsi maupun perbatasan kabupaten/kota. Yang melintas diperiksa kesehatannya. Masyarakat benar-benar takut beraktivitas keluar rumah.

Lalu sekarang? Ketika jumlah kasus meroket hingga lebih 3.000 orang dan pertambahan korban positif harian sudah tiga digit, kenapa tak ada pembatasan, apalagi penutupan dan juga tak ada pembatasan sosial berskala besar seperti dulu. Semua biasa-biasa saja yang dibungkus dengan adaptasi kebiasaan baru atau ada pula yang menyebut dengan new normal. Masyarakat cuma diimbau dan diimbau saja agar mematuhi protokol kesehatan.

Lihatlah, di mana-mana aktivitas masyarakat berjalan seperti normal saja. Tak terkesan negeri ini sedang dilanda pandemi.

Pertanyaannya, apakah akan dibiarkan saja kehidupan seperti ini? Demi menghidupkan ekonomi biarlah masyarakat jadi korban. Begitukah? Sementara vaksin dan obat Covid-19 itu masih jauh, baru akan ada sekitar tahun 2021.

Harusnya dalam kondisi seperti ini sudah harus ada langkah-langkah bijak dari pemerintah dalam rangka menekan angka pertumbuhan korban virus Corona dimaksud. Jika memang penyebab membludaknya kasus Covid-19 di Sumbar lantaran perjalanan dan orang-orang yang masuk ke daerah ini, kenapa tidak diantisipasi? Setidaknya, kenapa pejabat tidak menghentikan dulu perjalanan ke luar provinsi? 

Lihatlah negara lain sudah melarang warga negara asing masuk. Bahkan Malaysia sebagai tetangga dekat kita, melarang WNI masuk. 

Dalam kondisi begini, harusnya kita semua menginjak rem agar laju pertambahan korban virus Corona tidak kian banyak. Kita rem segala aktivitas yang memungkinkan sebagai penyebab banyaknya masyarakat tertular. Rem keluar daerah, rem kegiatan pesta, kegiatan yang melibatkan banyak orang dan lain sebagainya. Mudah-mudahan dengan menginjak rem ini, rantai penyebaran Covid-19 bisa melambat, lalu berhenti.

Satu hal lagi, rencana pilkada yang akan digelar serentak pada 9 Desember mendatang sebaiknya oleh KPU dikaji lagi. Jangan sampai TPS menjadi klaster penyebaran Covid-19. Toh, mengundur pilkada tidak akan menyebabkan republik ini runtuh. (Sawir Pribadi)

 
Top