Faktual dan Berintegritas


BAGAI  air bah, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumatera Barat semakin banyak saja. Ia berasal dari berbagai daerah kabupaten/kota di Sumatera Barat yang seolah tak bisa dibendung.

Namanya saja air bah memang tak bisa dibendung. Apa saja yang menghempang dan menghalanginya, pasti dilendo. Batang kayu, rumah, apalagi cuma semak-semak akan datar olehnya.

Begitulah kasus Covid-19 di Sumatera Barat dan di Indonesia secara umum saat ini. Sejak Hari Raya Idul Adha pada 31 Juli lalu, pertambahan pasien positif tak lagi dalam hitungan satu digit tiap hari, melainkan sudah dua digit. Bahkan, terakhir kemarin pertambahan pasien positif dalam satu hari mencapai 87 orang.

Ini tentu sangat luar biasa, karena selama ini angka sebanyak itu tidak pernah ada dalam pergerakan dan pertambahan pasien positif Covid-19 di Sumbar. Sebaliknya, angka pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh justru lebih kecil dari angka yang terkonfirmasi positif.

Kita prihatin, khawatir dan juga takut. Rasa itu selalu beraduk-aduk dalam pikiran setiap kali melihat angka-angka pertambahan pasien yang terpapar virus Corona tersebut. Karena penularannya tidak memandang status sosial, pangkat dan jabatan. Siapa saja berpotensi bisa tertular. Terakhir, puluhan anggota polisi di Kota Pariaman telah menjadi korbannya.

Andaikan virus Corona itu terlihat dengan nyata seperti beruk, kera, ular atau seperti tikus, mungkin bisa dilawan atau diburu bersama-sama. Bahkan, polisi bisa menembaknya. Ini tidak, virus tersebut tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Bahkan, dengan mata supranatural pun tak bisa dilihat, kecuali dengan mikroskop atau alat sejenis di laboratorium.

Lalu, apa akal kita lagi? Yang bisa dilakukan cuma antisipasi agar tidak tertular. Sebab, kita tidak tahu, di antara orang-orang di sekitar apakah pembawa virus Corona atau tidak. Walau seseorang kelihatan sehat, namun belum tentu ia steril dari virus Corona. Bukankah akhir-akhir ini banyak orang tanpa gejala (OTG) yang harus menjalani isolasi mandiri atau bahkan perawatan di rumah sakit lantaran terkonfirmasi positif tertular Covid-19?

Masker adalah salah satu di antara sekian upaya yang lebih efektif untuk memproteksi diri agar tidak tertular dan atau menularkan virus Covid-19. Sayangnya, akhir-akhir ini semakin banyak orang yang mengabaikan itu. Bahkan, dalam kerumunan massa sekalipun banyak yang tak lagi menggunakan masker.  Ini adalah potensi penularan virus Corona.

Ada kesan, betapa beratnya bagi sebagian masyarakat untuk menggunakan masker. Kalaupun ada yang menggunakannya, kadang tidak lagi pada tempatnya atau tidak memakainya secara benar. Misalnya memakai masker di dagu, atau cuma sekadar menutup mulut, sedangkan hidung tidak tertutup.

Terhadap hal ini, perlu ditumbuhkan kesadaran tentang pentingnya memakai masker. Asal keluar rumah, pakailah masker. Jadikanlah masker sebagai pakaian. 

Namanya pakaian, tentu ada rasa malu, jika tidak dipakai ketika keluar rumah. Begitu juga dengan masker, tanamkan rasa malu jika tidak dipakai ketika keluar dari pintu rumah. Bahkan, di rumah pun perlu juga dipakai. Ini demi diri pribadi, keluarga dan orang banyak. 

Ingat, virus Corona atau Covid-19 itu tidak akan cukup sampai pada diri seseorang saja. Ketika seseorang yang positif Covid-19 melakukan kontak langsung dengan orang lain, maka orang lain itu akan tertular. Ketika orang lain kontak lagi dengan orang lain berikutnya, maka ia juga akan tertular. Begitulah seterusnya, ia mengalir tanpa henti.

Nah, yang bisa melokalisirnya atau memutus penularannya salah satu adalah masker, di samping yang lain seperti menjaga jarak aman dengan orang lain, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir dan lain sebagainya.

Mari, kita persamakan memutus rantai Covid-19 dengan senantiasa mematuhi protokol kesehatan. Kepada pihak-pihak terkait, lakukanlah pengawasan secara ketat kepada masyarakat. Karena, banyak di antara masyarakat yang baru patuh apabila diawasi dan diberi sanksi. (Sawir Pribadi )



 
Top