Faktual dan Berintegritas


DI MASA dulu, ketika negeri ini belum maju seperti sekarang, hampir setiap dapur rumah penduduk memiliki benda ini. Bahkan, tak nyaman berada di dapur jika yang satu ini tak ada. Makanya benda ini termasuk yang harus ada ketika itu.

Namanya 'tungkahan'. Benda ini terbuat dari sepotong papan yang diberi kaki pendek ujung ke ujung.

Tungkahan dalam kamus besar bahasa Indonesia versi digital adalah: 
tung·kah·an Mk n kayu landasan (di dapur dsb); kayu dsb penyangga (jembatan dsb); kayu tempat duduk sewaktu memarut kelapa dsb; tongkah.

Fungsi tungkahan bagi masyarakat Minangkabau adalah untuk duduk memasak di dapur. Maklum masa itu belum ada kompor minyak, apalagi kompor gas. Rata-rata dapur lebih rendah dari rumah utama.

Di dapur ada tungku batu. Jumlah batunya tiga buah. Makanya ada istilah di Minangkabau 'tungku tigo sajarangan'. Kalau kurang dari tiga takkan bisa memasak. Di antara sela batu-batu itu dimasukkan kayu-kayu kering sebagai bahan bakar untuk memasak.

Dalam filosofi adat dan budaya Minangkabau tungku tigo sajarangan terdiri ninik mamak, alim ulama dan kaum cadiak pandai. Ketiga unsur ini tak bisa dipisahkan.

Kembali ke tungkahan. Kenapa harus ada? Karena dapur masa dulu itu hanya tanah bercampur abu, maka perlu tempat duduk untuk memasak.

Orang dahulu memasak harus ditunggui di dapur. Sebab, mereka memasak pakai kayu yang ada kalanya api padam. Ketika api padam maka perlu ditiup dengan alat seruas bambu kecil yang dinamakan saluang.

Untuk menunggu  itulah perlunya tungkahan. Makanya jika tungkahan tak ada, sebagian orang memanfaatkan badan kukuran. (Sawir Pribadi)

 
Top