Faktual dan Berintegritas

 


JAKARTA, SWAPENA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Alirman Sori kembali menyorot soal ambang batas (presidential threshold). Baginya, ambang batas yang diatur Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 dinilai sebagai bentuk “kejahatan demokrasi”, dan bertentangan dengan  konstitusi

Menurut dia UU nomor 7 tahun 2017, pasal 222 menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya. "Ini adalah bentuk kejahatan demokrasi, dan bertentangan dengan  konstitusi," ujar Alirman Sori dalam siaran persnya, Rabu (17/11).

Dikatakan, kejahatan politik dan inskontitusional tersebut dapat dibaca dalam kententuan pasal   6A, ayat (2), bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. "Ironisnya, ketentuan pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945 itu, digilas oleh UU Pemilu, membungkam demokrasi untuk  memperteguh oligarki elit politik, dan kejahatan ini nyata," ujar senator DPD RI dapil Sumatera Barat ini.

Dikatakan, dua periode Pilpres (2014-2019 dan 2019-2024) hanya diikuti dua pasangan calon. Rakyat dipaksa memilih satu di antara dua pasangan calon, sehingga terjadi pembelahan politik di masyarakat yang saling berhadap-hadapan di antara sama pendukung yang berpotensi mengancam kedaulatan demokrasi. "Indonesia yang terlahir dari kemajemukan, beragam suku, bahasa, budaya dan agama, seharusnya demokrasi politik yang dibangun adalah demokrasi yang menjemuk juga, bukan demokrasi oligarki yang dikuasai sekelompok elit dan di bawah kendali pemilik modal," tegas Alirman Sori.

Menurut dia, dalam rangka membangun demokrasi yang bermatabat, undang-undang yang dibuat harus memenuhi asas keadilan, bukan UU yang membatasi hak-hak konstitusional warga negara. Ciri-ciri demokrasi modern adalah setiap warga negara diberikan kesempatan yang simetris dalam berdemokrasi. "Demokrasi tidak boleh eksklusif tetapi harus inklusif  sehingga menciptakan demokrasi yang humanis," katanya.

Tantangan Pemilu 2024, membangun dan merawat demokrasi yang berkualitas, substansial, sehat dan bermatabat. Partai Politik merupakan pilar penting dalam pembangunan demokrasi yang sarat dengan nilai-nilai budaya politik yang bisa mencerahkan dan mengedukasi rakyat. "Pemilu langsung yang diharapkan berdampak positif terhadap pemerintahan yang efektif dan efisien tidak kunjung terwujud. Kinerja pemerintah belum menggembirakan rakyat," ujar Alirman Sori.

Ia melihat Pemilu 2024 merupakan pertaruhan besar bangsa ini ke depan. Apabila gagal membangun demokrasi yang berkualitas akan meneguhkan hegemoni dan oligarki elit politik yang ditunggangi oleh para bohir politik.

"Untuk itu sudah saat  kita  bangkit dengan semangat baru menuju demokrasi yang demokratis. Tidak boleh merampas kedaulatan rakyat dengan cara menggunakan kekuasaan politik," tutup Alirman. (rel)

 
Top