Faktual dan Berintegritas


YOGYAKARTA - Puasa Ramadhan tinggal dalam hitungan minggu. Saat ini bangsa Indonesia dan umat Islam tengah menghadapi wabah virus corona atau COVID-19. Jika kondisi seperti ini tidak berhenti sampai masuk Ramadhan, maka Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan edaran untuk panduan ibadah.

Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan musibah penyebaran wabah Covid-19  saat ini memasuki fase darurat Covid-19 berskala global. Hal itu merujuk pada pernyataan resmi World Health Organization (WHO) bahwa COVID-19 telah menjadi pandemi dan kriteria kejadian luar biasa (KLB) yang mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No.451/91.

"Berdasarkan hal tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah merasa perlu untuk menindaklanjuti sekaligus menyempurnakan Surat Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/MLM/I.0/H/2020 tentang Wabah Coronavirus Disease (COVID-19) dan Nomor 03/I.0/B/2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Jumat dan Fardu Berjamaah Saat Terjadi Wabah Coronavirus Disease (COVID-19)," ucap Abdul melalui keterangan tertulis, Rabu (1/4).

Dalam rangka melaksanakan hal itu, sesuai dengan arahan PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) telah berkoordinasi dan mengadakan rapat bersama pada Sabtu, 26 Rajab 1441 H, bertepatan dengan 21 Maret 2020 M dan menetapkan beberapa keputusan.

Keputusan itu dengan mempertimbangkan dalil-dalil dari Alquran dan As-Sunnah Al-Maqbulah yang dipahami sesuai dengan manhaj tarjih dan berpedoman pada nilai-nilai dasar ajaran Islam dan prinsip-prinsip yang diturunkan darinya serta data-data ilmiah dari para ahli yang menunjukkan bahwa kondisi ini telah sampai pada status darurat.

"Apabila kondisi mewabahnya COVID-19 hingga Bulan Ramadhan dan Syawal mendatang tidak mengalami penurunan, shalat tarawih dilakukan di rumah masing-masing dan takmir tidak perlu mengadakan shalat berjemaah di masjid, mushalla, dan sejenisnya," ujar dia.

Keputusan-keputusan tersebut diambil dengan berpedoman pada beberapa nilai dasar ajaran Islam dan beberapa prinsip yang diturunkan dari padanya. Nilai-nilai dasar dimaksud adalah, pertama, keimanan kepada Allah Yang Mahakuasa dan Mahaadil serta Maharahman dan Rahim bahwa apa pun yang menimpa manusia tidak lepas dari kehendak Allah Yang Mahakuasa (QS Al-Hadid [57]: 22-23). Tetapi semua yang menimpa manusia itu bukanlah karena Allah tidak adil. Sebaliknya Allah itu Mahaadil dan tidak berbuat zalim kepada hamba-Nya (QS. Fushilat [41]: 46).

"Termasuk kegiatan Ramadhan yang lain, seperti ceramah-ceramah, tadarus berjemaah, iktikaf, dan kegiatan berjemaah lainnya," ucap Abdul.

Terkait masalah puasa, Abdul meminta umat Islam tetap melaksanakan puasa. Namun, karena saat ini tengah mewabah COVID-19, terdapat pengecualian bagi umat Islam yang kondisi tubuhnya kurang fit. "Puasa Ramadhan tetap dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik, dan wajib menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat. Ini sesuai dengan ayat Alquran, QS. Al-Baqarah [2] ayat 185," ucapnya.

Selain itu, pihaknya memberi pengecualian terhadap para petugas medis yang tengah bertugas untuk merawat pasien COVID-19. Pengecualian itu adalah anjuran untuk tidak berpuasa saat bertugas. "Untuk menjaga kekebalan tubuh, puasa Ramadhan dapat ditinggalkan oleh tenaga kesehatan yang sedang bertugas dan menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat," ucapnya.

Juga didasarkan pada istidlāl mursal dalam interpretasi Al-Gazzālī (w 505/1111), yaitu argumen maslahat yang selaras dengan tindakan pembuat syariah di tempat lain. Tindakan pembuat syariah di tempat lain, dalam kaitan ini, adalah memberi keringanan kepada orang sakit, musafir, wanita hamil dan menyusui, orang tua bangka untuk tidak menjalankan puasa Ramadhan.

Mereka yang masih dapat menggantinya di luar Ramadhan menggantinya di hari lain di luar Ramadhan. Mereka yang tidak dapat menggantinya di luar Ramadhan karena memang tidak mungkin berpuasa karena sudah sangat tua dan juga wanita muda yang hamil berkesinambungan, menggantinya dengan membayar fidyah.

"Tindakan pemberian keringanan lainnya adalah memberikan dispensasi qasar dan jamak shalat dan memberi keringanan pembayaran utang hingga saat mempunyai kelapangan," ujarnya.

Berdasarkan tindakan-tindakan pembuat syariah di tempat lain yang memberi keringanan itu, demi kemaslahatan dan untuk menjaga stamina dan kondisi fisik yang prima, tenaga kesehatan dapat tidak berpuasa selama Ramadhan dengan ketentuan menggantinya pada hari lain di luar Ramadhan.

"Pemberian keringanan kepada tenaga kesehatan (yang bekerja langsung di lapangan) untuk tidak berpuasa selama Ramadhan dalam kondisi merebaknya COVID-19 sejalan dengan tindakan pembuat syariah di tempat lain," katanya.

Terkait anjuran perayaan Idul Fitri di tengah wabah COVID-19, Abdul meminta masyarakat tidak perlu melaksanakan shalat Id berjemaah. Namun, apabila kondisi sudah berangsur-angsur kondusif, dia mempersilakan umat Islam untuk menggelar shalat Id berjemaah.

"Shalat Idul Fitri adalah sunnah muakkadah dan merupakan syiar agama yang amat penting. Namun, jika awal Syawal 1441 H mendatang tersebarnya COVID-19 belum mereda, shalat Idul Fitri dan seluruh rangkaiannya (mudik, pawai takbir, halal bihalal, dan lain sebagainya) tidak perlu diselenggarakan," ucapnya.

"Tetapi apabila berdasarkan ketentuan pihak berwenang COVID-19 sudah mereda dan dapat dilakukan konsentrasi banyak orang, maka dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan petunjuk dan ketentuan yang dikeluarkan pihak berwenang mengenai hal itu. Adapun kumandang takbir Id dapat dilakukan di rumah masing-masing selama darurat COVID-19," sambung Abdul Mu'ti. (dtc/*)
 
Top